Pasalnya, ungkapnya, kelompok tersebut juga ingin berkuasa dengan mengusung pemimpinnya atau amir atau khalifah melalui propaganda, kebohongan publik dan pengaburan makna bahkan sejarah. Karena yang jadi pemimpin bukan dari kelompoknya mereka, jadi khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan hanya propaganda saja.
“Itu penyimpangan dari makna khilafah, bukan menjalankan ajaran islam tapi hanya sebagai propaganda untuk berkuasa saja,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Ayik menuturkan, berkebalikan propaganda pengusung khilafah, sejatinya dalam ajaran Islam diajarkan tentang nilai-nilai hidup berbangsa dan bernegara serta menjaga negara yang merupakan bagian dari amanah Allah SWT yang harus dijaga.
“Allah SWT menciptakan kita bersuku-suku dan berbagsa-bangsa, itu sunatullah. Kita diperintahkan untuk tolong-menolong dalam hal ketakwaan dan kebaikan dengan siapa saja, yang berbeda suku, agama, secara umum, bukan hanya kepada sesama muslim saja,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Ayik juga mendorong adanya kolaborasi dan partisipasi antara masyarakat dan pemerintah untuk bersama-sama mengurai permasalahan radikalisme dan terorisme yang kian massif.
“Masyarakat ini kalau mau selamat dari virus radikalisme dan ideologi khilafah harus banyak belajar dari kyai, ulama dan harus perbanyak wawasan melalui literasi. Tokoh -tokoh, masyarakat dan pemerintah harus berkolaborasi menurut saya. Apa yang bisa dilakukan sesuai kemampuan dan kapasitasnya masing-masing,” kata Ayik mengakhiri.