Masalah atau ujian tidak melulu berupa musibah, tapi ia juga bisa merupakan nikmat. Maksud saya dengan mengatakan nikmat itu adalah musibah adalah karena dalam pandangan lahiriah kita, kita pandang itu sebagai sebuah kenikmatan tapi sesungguhnya itu adalah musibah. Itulah yang di awal-awal tulisan renungan subuh, saya katakan bahwa nikmat—dengan huruf ‘AIN— bila tidak pandai mensyukurinya dan membuat semakin jauh dari Allah— maka akan menjadi niqmat—dengan huruf QOF— yang berarti bala’/musibah.
Sebagai misal, ada seseorang yang secara keilmuan bisa dikatakan pakar dalam bidangnya dan bahkan ilmunya senantiasa bertambah. Namun, sayangnya, ilmu yang dimilikinya tersebut bukan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah tapi justru sebaliknya, membuat dia semakin jauh dari Allah SWT. Orang yang demikian meski secara lahiriah kelihatan mendapatkan anugerah dan nikmat berupa ilmu, namun pada hakikatnya yang didapatkan adalah musibah. Inilah yang disinyalir dalam kitab Ihya ‘ulumiddin bab Kitab al-‘ilmi dengan mengutip sebuah hadits:
مَنْ ازْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْدًا
Artinya: “Barang siapa ilmunya bertambah, namun tidak dibarengi dengan bertambahnya petunjuk (ketakwaan), maka ia semakin jauh dari Allah.”
Lalu bagaimana agar hidup kita barokah ? Dalam kitab al-Barokah fi Fadhl al-Sa’y wa al-Harokah” Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Abdirrahman bin Umar, menjelaskan beberapa kiat agar keberkahan menghampiri kita—ada 40 kiat yang disebutkan dalam kitab tersebut— antara lain:
- Bertaqwa kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya.
- Memperbanyak istighfar.
- Mendirikan Solat dengan khusyu’ dan membiasakannya dengan berjamaah.
- Mendirikan Solat Dhuha.
- Setelah solat Magrib menunggu Isya dan diisi dengan berzikir dan membaca al-Qur-an.
- mendirikan solat witir, solat Sunnah fajar dan solat malam.
- Bersungguh-sungguh dalam ketaatan.
- Bersedekah.
- Bersilaturrahim dan berbakti kepada orang tua.
- Membiasakan diri dalam keadaan berwudhu.
Wallahu a’lam