Dalam menjalani hidup, manusia tidak akan pernah lepas dari segala macam ujian yang diberikan Tuhan kepada hamba-hamba-Nya. Ada yang diuji dengan kemiskinan, ketakutan, dan juga kematian. Semua ujian yang dialami oleh manusia adalah bentuk kasih sayang sekaligus cobaan apakah manusia mampu menerimanya atau justru meratapinya.
Ujian hidup yang senantiasa dialami oleh anak manusia memerlukan pendidikan, yakni pendidikan jiwa agar tidak menjadi pribadi yang rapuh dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah. Pendidikan jiwa akan memperkokoh hati manusia, meskipun bertubi-tubi diterpa ujian dan cobaan yang datang silih berganti.
Tajul ‘Arus adalah salah satu karya Ibnu ‘Athaillah yang memuat berbagai pembahasan yang berkaitan dengan pendidikan jiwa. Lewat kitab ini, Ibnu ‘Athaillah mengajak pembaca untuk memaknai berbagai macam peristiwa yang senantiasa dialami manusia dalam mengarungi kehidupan.
Salah satu ujian yang kerap dialami manusia adalah ketika mengalami musibah berupa kematian. Bagi banyak orang, kematian adalah peristiwa yang mampu mengguncang jiwa seseorang. Siapa pun yang ditinggal mati oleh orang-orang terdekatnya, maka dia akan menangis, bahkan tak sedikit yang meratapinya hingga berhari-hari. Padahal, hal itu tidak seharusnya terjadi.
Ibnu ‘Athaillah berkata, “Dungu adalah orang yang ditinggal mati anaknya lalu ia meratapinya, tetapi ia tak meratapi pembangkangannya kepada Allah. Seolah-olah jiwanya mengatakan, ‘Aku menangisi kepergian sesuatu yang telah membuatku lalai dari Tuhan.’ Padahal, semestinya ia bergembira dan menghampiri Tuhan karena Dia telah mengambil sesuatu yang membuatnya lalai dari-Nya”.
Apa yang dinyatakan Ibnu ‘Athaillah sebenarnya adalah motivasi bagi siapa pun yang diuji oleh Allah berupa kematian. Agar musibah yang datang pada seseorang bisa membuatnya lebih fokus beribadah dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Dia harusnya lebih dekat kepada Sang Pencipta dan merenungi makna kehilangan dan kepergian orang-orang tercintanya.
Ujian ini pernah terjadi pada Nabi Ibrahim a.s yang tercatat dalam Al-Quran. Yakni, ketika Nabi Ibrahim a.s diuji dengan perintah untuk menyembelih anak dan jantung hatinya, Ismail a.s., yang dikaruniakan kepadanya ketika ia telah berusia senja, sesungguhnya Allah hanya ingin mengetahui apakah Ibrahim disibukkan dengan sang anak sehingga lalai kepada Tuhan, ataukah ia tetap menjaga kedekatan dengan-Nya. Ketika Allah mengetahui kejujuran Ibrahim dalam beribadah dan ia tidak lalai, ketika itulah Ismail diganti dengan sembelihan yang agung.
Obat untuk Penyakit Hati