Meluruskan Faham Radikal ala Salafi Wahabi
Masyarakat sering dibuat bingung bahkan gempar oleh ustadz atau ulama yang berpaham salafi wahabi yang kurang bijaksana dalam menjelaskan atau menjawab permasalahan yang muncul di masyarakat sehingga tercipta konflik horizontal satu dengan yang lainnya.
Hal ini timbul dari diri ustadz yang ingin menyebarkan kebenaran sebagai dalihnya, namun cara yang digunakan tak sesuai, tak bijaksana bahkan menganggap sesat orang yang berbeda dengannya.
Baca juga: Bagaimana Perkembangan Islamisme di Indonesia Saat Ini?
Kode etik seorang ustadz atau ulama adalah mengajarkan ilmunya kepada jamaahnya sesuai kemampuan daya cerna, pemahaman yang mereka miliki dengan perlahan step by step. Ia tak boleh memaksakan masyarakat harus sesuai dengan keinginan dirinya.
Ustadz, ulama adalah penuntun, memberi pencerahan bukan kegaduhan, meluruskan kebenaran dengan cara yang benar bukan memaksakan kehendak dirinya.
Syeikh Izzuddin bin Abdissalam yang dikenal sebagai Sulthan Ulama’ dalam kitab Qawaid al-Ahkam memberikan nasehat yang sangat bijaksana agar tak menjelaskan pemahaman yang susah dipahami oleh masyarakat,
لا يجوز إيراد الإشكالات القوية بحضرة العوام، لأنه سبب إلى إضلالهم وتشكيكهم وكذلك لا يتفوه بهذه العلوم الدقيقية عند من يقصر فهمه عنها فيؤدي ذلك إلى ضلالته وما كل سر يذاع ولا كل خبر يشاع
Tak boleh membuat pernyataan, penjelasan yang sulit dipahami oleh orang awam atau masyarakat karena hal ini akan menjadi penyebab kesalahan (kesesatan), keraguan kepada mereka.
Begitu juga tak boleh menjelaskan ilmu-ilmu yang terlalu dalam kepada orang yang belum mampu memahaminya karena mereka akan menjadi salah paham. Tak semua rahasia harus disebarluaskan begitu juga tak semua informasi harus di viralkan.
Dari sini, dibutuhkan kecermatan dalam memahami dan mengajarkan ilmu agama. Untuk kitu, ulama juga memiliki kemampuan melihat orang yang akan diajari karena memiliki tujuan agar ilmu yang disampaikan bisa difahami dengan baik dan benar, sehingga masyarakat tak salah dalam memahami sebuah ajaran.