Pada konteks memanfaatkan turats, menurut Hanafi, justru langkah demikian menolak ambisi melakukan perombakan secara radikal untuk konteks modern (hal. 35). Dengan berpijak pada teks, maka ada tiga hal yang dilakukan ketika hendak melakukan pembaharuan. Pertama, perubahan yang diperantarai pada pemikiran terdahulu. Kedua, perubahan yang diperantarai pembaharuan. Dan ketiga, perubahan yang didasari atas wawasan lama dan baru.
Karakter terakhir ini yang mungkin selaras dengan kampanye “menjaga tradisi lama yang relevan dan mengambil tradisi baru yang lebih relevan.” Menurut Hanafi, prinsip seperti demikian harus dipenuhi agar tidak gagap ketika memberikan tafsiran terhadap teks yang kemudian didominasi para rasionalitas, dan juga tidak bisa mengaitkan dengan cara yang baik, atau tidak bisa memberikan kontribusi sebab hanya sebatas omong kosong.
Untuk itu, sangat diperlukan sekali menafsirkan ulang terhadap teks sebagai pijakan dasar. Selanjutnya Hanafi, juga memberikan kriteria bahwa model pembaharuan yang relevan untuk kemaslahatan masyarakat adalah jenis pembaharuan yang moderat. Tolok ukurnya adalah dapat menyentuh kemaslahatan banyak khalayak.
Kitab ini salah satu dari pemikiran Hasan Hanafi yang berupaya mendorong melakukan progresifitas pada pemikiran Islam yang umumnya masih terpenjara pada teks. Namun, Hanafi tidak memandang bahwa meninggalkan teks itu adalah tindakan yang baik. Sebab teks itu menurut Hanafi merupakan warisan yang berharga. Hanya saja perlu ditafsirkan ulang dengan cara-cara yang baru sehingga menghasilkan pandangan baru.
Baca Juga:
Resensi buku Al-Haqâ`iq fî Al-Tawhîd, Karya Ali ibn al-Khudhair