Mengungkap kewalian seseorang itu tidak mudah. Tidak semua wali memiliki karomah. Tidak semua yang punya karomah adalah wali. Banyak juga wali Allah yang memiliki karomah, salah satunya Gus Miek
Gus Miek merupakan seorang wali yang madjzub di abad 20. Nama kecilnya adalah Mas’ud. Dia lahir pada 17 Agustus 1940 di Ploso, Kediri, Jawa Timur. Ia menyelesaikan pendidikan di Inland Vervolgh School (setingkat SLTP) selama dua tahun. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di Hollandsch Inlandesche School (setingkat SLTA) di Gringging, Kediri. Setelah tamat Mas’ud meninggalkan Kediri untuk melanjutkan belajar di Stovia (sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) pada usia 16 tahun (Akhyar, 1992: 17-18).
Namun Mas’ud harus meninggalkan Stovia atas pertimbangan KH. Ma’ruf, Kedungkulo, seorang wali yang kharismatik pada saat itu. Ia harus menempuh pedidikan di beberapa pesantren. Diantara pesantren yang ia singgahi adalah Pesantren Gondanglegi, Nganjuk yang diasuh oleh KH. Ahmad Soleh. Kemudian ia melanjutkan ke beberapa pesantren yaitu Pesantren Sono, Pesantren Sekar Putih, dan pesantren Mojosari.
Baca Juga: Mengenal Sultan Ulama Izzuddin bin Abdussalam yang tak Lelah dalam Belajar
Mas’ud pernah bertabaruk belajar di Makah dengan Syekh al-Alamah al-Aidrus. Setelah itu meneruskan belajar di pesantren Tebuireng, Jombang, dibawah asuhan KH. Hasyim Asyari’. Selain ia belajar kepada KH. Hasyim Asyari’, ia juga mengajar tafsir di pesantren tersebut. Karena ia memegang prinsip keilmuan dengan belajar dan mengajar maka ilmu akan bertambah. Sebagaimana Rasul bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ ، وَإِنَّمَا أَنَا قَاسِمٌ وَيُعْطِي اللَّه
“Jika Alloh menghendaki kebaikan kepada seseorang,maka Dia akan menjadikannya sebagai ahli agama. Saya hanya membagi-bagikan, sedangkan yang memberi adalah Alloh.”[1]