Problematika sosial yang kian hari mulai mencuat, adalah persoalan umat beragama. Tak terkecuali, negara yang pernah dijuluki sebagai macan asia sepeti Indonesia ini, juga tak luput dari Patologi sosial tersebut. Dikenal sebagai negara yang menerapkan Ke-bhinnekaan Tunggal Ika (Berbeda-beda tetap satu) memungkinkan Indonesia menjadi negara yang kompleks menjunjung tinggi nilai persatuan. Tak heran, apabila Indonesia dijadikan sebagai negara percontohan dunia yang mampu mempersatukan 1.001 bahasa daerah (Badan Pengembangan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI, 2018), 6 Agama, 300 kelompok etnik dan 1.340 suku budaya (Badan Pusat Statistik, 2019) secara bersamaan.
Sebagai negara kesatuan, Indonesia dituntut untuk menstabilitaskan kondisi sosial secara terpusat. Dari pelbagai perbedaan sudut pandang, sikap bernegara, moral dan karakter agar bersatu-padu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Terkhusus, persoalan umat beragama.
Ir.Soekarno juga pernah menggubris persoalan perbedaan sudut pandang tentang beragama, agar menjadi penganut agama yang demokrasi berlandaskan asas Negara Indonesia (Ir. Soekarno,1965). Hal ini menunjukan, persoalan umat beragama telah lama diperbincangkan bahkan menjadi fokus perhatian Pemerintah RI. Bagi bangsa Indonesia, keragaman diyakini sebagai kehendak Tuhan. Keragaman tidak diminta, melainkan pemberian Tuhan Yang Mencipta, bukan untuk ditawar melainkan untuk diterima (taken for granted). Indonesia adalah negara dengan keragaman etnis, suku, budaya, bahasa, dan agama yang nyaris tiada tandingannya di dunia. Selain enam agama yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat, ada ratusan bahkan ribuan suku, bahasa dan aksara daerah, serta kepercayaan lokal di Indonesia. Hal tersebut menjadi wacana awal Indonesia memprakarsai Moderasi Beragama sebagai penopang nilai persatuan.
Peran Millenial dan Moderasi Beragama
Sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan. Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, adalah kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan, patologis, tidak baik dan tidak perlu.
Ditambah lagi, keterbukaaan informasi human society 5.0 semakin menjadi awal baru perkembangan teknologi industri. Membuat, pemerintahan melalui Kementerian Agama (Kemenag RI) harus siap menghadapi ancaman yang merongrong persatuan umat beragama. Salah satunya, ancaman era Post Truth. Namun lain hal kaum milenial. Kalangan milenial memiliki peran penting sebagai agen moderasi beragama. Informasi digital (Digital Social) sangat dimanfaatkan sebagai aksi kampanye, dalam mensosialisasikan muatan edukasi moderasi beragama. Tentunya informasi tersebut dikemas dengan lebih fresh, agar dapat mudah untuk diterima oleh masyarakat (Netizen). Berdasarkan laporan perusahaan media asal Inggris, We Are Social, bekerja sama dengan Hootsuite, merilis laporan “Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital” yang diterbitkan pada 11 Februari 2021. Hasil laporan menunjukan populasi penggunaan media sosial sebanyak 274,9 juta jiwa, dari jumlah pengguna aktif media sosialnya mencapai 170 juta.
Hal tersebut membuktikan bahwa hampir setengah penduduk Indonesia kalangan milenial adalah pengguna aktif media sosial. Sehingga ruang gerak populasi milenial di media sosial di Indonesia setara dengan 61,8 persen dari total populasi pada Januari 2021 (Kominfo RI, 2021). Kalangan milenial kebanyakan memiliki akun penggunaan informasi digital secara komprehensif. Artinya, rata-rata dalam per hari, kaum milenial menguasai kebutuhan informasi digital mencapai angka 8 Jam 53 menit. Sehingga, kalangan milenial dapat dikatakan sebagai King of the World of Siber.
Millenial Sebagai Agen Moderasi Beragama
Keterlibatan kaum milenial terhadap penerapan moderasi beragama, dapat dikatakan sangat berperan penting bagi keutuhan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. Terlebih, dari paparan data di atas, kalangan milenial berpeluang memberikan angin segar bagi Pemerintah RI untuk mengedukasi masyarakat Indonesia terhadap pemahaman moderasi beragama.
Ada 4 indikator keberhasilan kaum milenial mencapai muatan moderasi beragama. Yakni, komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Apabila, militansi kaum milenial dibangun akan kecintaannya terhadap Bangsa Indonesia, kalangan milenial pun dapat menjadi garda terdepan sebagai duta perdamaian.