“Hal yang menjadi menarik dari puasa sendiri sebenarnya tidak berangkat dari pensyariatan agama saja, Akan tetapi, Islam memandang bahwa semua makhluk di dunia itu sama”
Bulan Ramadhan sebagaimana yang kita tahu, merupakan bulan yang mulia dan sangat dinantikan oleh kalangan umat muslim seluruh dunia. Bulan ini sebagai bulan yang suci, dimana umat muslim meyakini bahwa bulan ini merupakan momen yang penuh ampunan dan segala bentuk keberkahan.
Di Bulan Ramadhan kita semua diwajibkan untuk berpuasa, kita diharuskan untuk menahan lapar dan hawa nafsu dari mulai terbitnya fajar hingga tenggelamnya matahari. Akan tetapi, dibalik itu sebenarnya banyak sekali hal-hal implisit yang terkandung di dalamnya.
Bulan Ramadhan yang pada istilahnya disebut syahrus shiyam merupakan bentuk tanda kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Allah menjanjikan pada bulan ini banyak sekali kebaikan dan maghfirah bagi yang melaksanakannya dengan penuh keimanan dan ketakwaan.
Dalam Hadits riwayat Imam Bukhari dari Musnad Imam Ahmad bin Hanbal dari Sahabat Abu Hurairah dan Sahabat Hasan dijelaskan bahwa “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang bangun malam Qadar dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu.”
Perlu kita ketahui bahwa bulan puasa tidak melulu menganjurkan kita berbuat baik secara individual akan tetapi juga universal. Kita dilatih untuk meninggalkan aktivitas yang bersifat duniawi menuju ukhrawi dengan mendedikasikan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Buya Hamka kemudian menjelaskan bahwa puasa adalah upaya pengendalian diri seorang hamba terhadap dua syahwat dirinya, yaitu syahwat seks dan syahwat perut yang bertujuan untuk mendidik iradat atau kemauan dan dapat mengekang nafsu. (Safria Andy,2012;7).
Hal yang menjadi menarik dari puasa sendiri sebenarnya tidak berangkat dari pensyariatan agama saja, Akan tetapi, Islam memandang bahwa semua makhluk di dunia itu sama dan Islam menegasikan diskriminasi sosial masyarakat. Ketika kita mengkaji hal ini dari sosiologis antropologis tentu puasa mengandung banyak hal, terlebih dalam kehidupan sosial masyarakat.
Adanya pensyariatan ini tidak berangkat dari ruang kosong, kendati demikian Islam sebagai agama harus relevan dengan norma-norma kemanusiaan. Secara garis besar puasa menggambarkan Universalisme Islam yang merupakan kajian komprehensif mengenai ajaran Islam, Islam bukan hanya mengatur manusia untuk berinteraksi terhadap tuhan.
Kendati demikian kajiannya juga mencakup berbagai aspek kemanusiaan. Bahkan dalam sejarahnya membuktikan bahwa agama Islam hadir sebagai pendobrak sisi moral atas kungkungan ketat dari pandangan dominan, penindasan, dan diskriminasi sosial yang ada.
Seperti dobrakan Islam atas ketidakadilan pengetahuan masyarakat Jahiliyyah yang dianut oleh mayoritas orang Arab pada waktu itu. Islam memberantas semuanya dengan menawarkan Tauhid. Dengan datangnya ajaran Tauhid Islam mampu menegakkan penghargaan terhadap segala bentuk perbedaan, baik itu perbedaan pendapat, adat, ataupun keyakinan.
Islam merangkul mereka dengan sentuhan ke relung hati yang paling dalam dengan menghapus kesenjangan sosial dan diskriminasi sosial yang ada, sehingga islam diterima oleh khalayak luas dengan ajaran cinta kasih terhadap sesama makhluk Tuhan tanpa terkecuali.