Ketiga, Kiai As’ad juga berguru pada Sayyid Muhammad Amin ibn Muhammad Amin al-Kutby (1909-1984 M./ 1327-1404 H.). Nama lengkapnya, al-Sayyid Muhammad Amin ibn Muhammad Amin ibn Muhammad Shalih ibn Muhammad Husain al-Kutby al-Hasani al-Hanafi. Beliau adalah ulama bermadzhab Hanafi yang mengajar secara reguler di Masjidil Haram, Madrasah al-Falah, Ma’had I’dad al-Mu’allimin. Ia menulis sejumlah buku.
Salah satu karya Sayyid Muhammad Amin Kutbi yang saya koleksi adalah Nafhu al-Thiib fi Nafhi al-Habib SAW, buku yang berisi pujian dan kekaguman penulisnya pada Nabi SAW. Ditulis dalam bentuk puisi dengan diksi yang indah.
Keempat, Kiai As’ad juga berguru pada Syaikh Hasan ibn Muhammad ibn Abbas ibn Ali ibn Abdul Wahid ibn al-Abbas al-Munafi al-Masysyath (1899-1979 M./1317-1399 H.). Ia adalah ulama berpengaruh (al-ustadz al-mu’atstsir) di masanya. Dikenal sebagai al-muhaddits (ahli hadits) al-faqih (ahli fikih) al-Maliki (bermadzhab Maliki). Ia menulis 17 kitab di berbagai bidang. Ia misalnya menulis al-Tuhfah al-Saniyah fi Ahwal al-Waratsah al-Arba’iniyyah, Ta’liqat Syarifah ‘ala Lubbi al-Ushul, Inarah al-Duja fi Maghazi Khairi al-Wara, Bughyah al-Mustarsyidin bi Tarjamah al-A’immah al-Mujtahidin.
Ia memiliki banyak murid dari berbagai negara, mulai dari Yaman hingga Indonesia. Salah satu murid Syaikh Hasan Masysyath yang dari Yaman adalah Syaikh Ismail Zain (1933-1994 M./1352-1414 H.) yang kemudian menjadi guru dari salah seorang putra Kiai As’ad Syamsul Arifin, yaitu KH.R. Mohammad Kholil As’ad (1970-sekarang)–Pendiri dan Pengasuh PP Walisongo Situbondo Jawa Timur.
Usia dan Disiplin Fikih Lintas Madzhab
Melalui narasi di atas, kita tahu (a). Berguru tak harus pada orang yang lebih tua dari segi usia. Dua guru Kiai As’ad yang terakhir itu, Sayyid Muhammad Amin dan Syaikh Hasan Masysyath, memang lebih muda dari Kiai As’ad. Namun, sebagaimana kiai lain, dalam mencari ilmu Kiai As’ad tak memandang usia. Tak masalah berguru pada yang lebih muda karena kealiman memang tak terkait dengan usia. Kiai Syamsul Arifin juga berguru pada Sayyid Abi Bakar Syatha yang usianya terpaut 8 tahun lebih muda dari dirinya.
(b). Seperti dalam tradisi akademik lama, dalam mencari ilmu, para murid boleh berguru pada para ulama lintas madzhab, tak hanya pada ulama dari madzhab fikih tertentu saja seperti madzhab Syafi’i melainkan juga dari madzhab fikih lain seperti Hanafi dan Maliki. Mungkin karena itu, para ulama dulu dan para kiai kita termasuk Kiai Syamsul Arifin dan Kiai As’ad rata-rata memiliki pengetahuan fikih lintas madzhab yang lebih dari cukup.
Dan itu dalam konteks sekarang saya kira berguna terutama dalam menyelesaikan kasus-kasus fikih kontemporer yang tak cukup hanya diatasi dengan satu qaul-madzhab, iltizam bi madzhabin mu’ayyan, melainkan juga harus mempertimbangkan qaul atau pendapat dari madzhab lain dengan konsekuensi iltizam bi madzhabin ghairi mu’ayyan.
Akhirnya, lepas dari itu semua, ingin saya katakan; sungguh beruntung para pelajar Islam yang studi di Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Sukorejo Asembagus Situbondo Jawa Timur karena sanad ilmu mereka melalui KH. R. Syamsul Arifin dan KH. R. As’ad Syamsul Arifin adalah sanad yang tinggi, lewat jalur ulama-ulama besar terhubung hingga ke Rasulullah SAW.
Semoga berkah dan manfaat. Nafa’ana Allah bi ‘ulumihima wa afadha ‘alaina min barakatihima, Aaamiin.
Ahad, 31 Januari 2021
Baca Juga:
KH. Afifuddin Muhajir, Faqih Ushuli dari Timur