Pertama, yang populer di kalangan umat Muslim, bahwa otoritas seorang khalifah bersumber dari Allah.
Kedua, yang masih diperdebatkan dan menjadi bahan pembicaraan di kalangan ulama, bahwa sumber otoritas seorang khalifah adalah umat. Umatlah yang memilihnya menjadi khalifah.
Para Ahli Fikih dan Politik
Ketika membahas mengenai posisi khilafah bagi umat Muslim, Syaikh Ali Abdurraziq mempertanyakan sumber otoritas yang diberikan kepada seorang khalifah. Ia mengatakan bahwa secara umum para ahli fikih tidak memberikan jawaban mengenai persoalan tersebut, sebagaimana halnya mereka juga tidak punya minat untuk membahas berbagai persoalan politik.
Syaikh Ali Abdurraziq merasa aneh karena secara keilmuan para ahli fikih tidak memberikan perhatian terhadap persoalan politik. Mereka membiarkan salah satu bagian ilmu pengetahuan itu tanpa menyentuhnya, di samping bahwa mereka juga masih malu-malu membahas mengenai tata kelola pemerintahan.
Padahal mereka juga membaca khazanah intelektual para pendahulu mengenai ilmu politik, khususnya filsafat Greek (Yunani) yang banyak mempengaruhi umat Muslim. Syaikh Ali Abdurraziq mengatakan,
Kenapa mereka tampak kebingungan dengan ilmu [politik] itu dan tampak ragu-ragu untuk mengkajinya? Kenapa mereka mengabaikan buku Republic karya Plato dan Politics karya Aristoteles, padahal mereka sangat mengagumi Aristoteles dan menjulukinya sebagai Guru Pertama? Kenapa mereka membiarkan umat Muslim dalam ketidaktahuan akut mengenai prinsip-prinsip politik dan ragam [sistem] pemerintahan di Yunani, padahal merekalah yang merestui umat Muslim menggunakan metode-metode Suryani di dalam ilmu nahwu, dan mengajari mereka mengenai sejenis olah raga India sebagaimana di dalam buku Kalilah wa Dimnah? Bahkan merekalah yang merestui umat Muslim untuk mencampur-adukkan ilmu-ilmu agama mereka dengan apa yang dikandung di dalam filsafat Yunani dari yang baik dan yang buruk?
Syaikh Ali Abdurraziq menyebutkan jawaban atas pertanyaan tersebut dengan menjelaskan sebab kelaliman para raja dan penguasa di masa-masa khilafah yang biasanya dikelilingi tombak, pedang, dan tentara bersenjata dengan kekuatan penuh. Makanya menjadi sangat wajar “jika raja atau sultan di masa-masa itu bertindak seperti monster dan binatang buas terhadap siapapun yang menentangnya atau menggoyang tahtanya. Ia akan menjadi musuh mengerikan bagi setiap studi ilmiah yang ia bayangkan dapat meruntuhkan wibawanya atau berpotensi menimbulkan bahaya bagi kekuasaannya.
Dari sinilah kemudian muncul tekanan-tekanan kekuasaan terhadap kebebasan ilmu pengetahuan dan lembaga-lembaga pendidikan. Dan tidak diragukan lagi, bahaya yang paling mengancam bagi kekuasaannya adalah ilmu politik. Maka tidak aneh jika kemudian para khalifah berusaha menutup jalan atau aksesnya bagi masyarakat”, sehingga para ahli fikih tidak ada yang mempunyai minat mendalami ilmu politik.
Tidak Ada Khilafah di dalam Islam
Syaikh Ali Abdurraziq memandang bahwa di dalam al-Qur`an, sirah nabawiyah, dan hadits-hadits Nabi Saw. tidak ada satu pun dalil yang mendukung khilafah. Ia mengatakan, “Hadits-hadits Nabi Saw. yang menyinggung soal imamah, khilafah, baiat, dan seterusnya itu tidak menunjukkan apa pun lebih dari apa yang ditunjukkan oleh al-Masih (Yesus) ketika menyebutkan beberapa aturan syariat mengenai pemerintahan Kaisar.”
Ia juga menjelaskan hadits-hadits yang menyerukan kepatuhan kepada imam, “Jika benar bahwa Nabi Saw. telah memerintahkan kita untuk mematuhi seorang imam, maka Tuhannya pun telah memerintahkan kita untuk memenuhi perjanjian kita dengan orang musyrik, kita menjaga perjanjian itu sebagaimana orang musyrik menjaganya untuk kita, tetapi itu tidak berarti bahwa Allah meridhai kesyirikan, dan bahwa perintah-Nya agar kita memenuhi perjanjian dengan orang-orang musyrik tidak berarti kita harus membenarkan kesyirikan mereka.”
Khilafah untuk Menjaga Agama
Syaikh Ali Abdurraziq tidak sepakat dengan pendapat yang mengatakan pentingnya menegakkan khilafah untuk menjaga agama. Ia mengutip pandangan Ibn Khaldun yang mengatakan bahwa bentuk pemerintahan khilafah dan pengaruhnya sebetulnya sudah sirna bersamaan dengan hilangnya fanatisme Arab era al-Khulafa` al-Rasyidun.
Bahkan ia mengatakan bahwa negara yang diklaim sebagai negara khilafah justru banyak melanggar rukun-rukun agama dan mengabaikan kepentingan umat Muslim.