MUI Malah Pertanyakan Kategori Penceramah
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan malah mempertanyakan penceramah radikal yang disinggung Presiden Joko Widodo. Amirsyah berharap ada penjelasan lebih lengkap agar isu ini tidak simpang siur.
Ia meminta penjelasan seperti apa penceramah radikal yang dimaksud presiden. Menurutnya, itu penting agar jelas subyek penceramah radikal yang disebut sering memberikan pengajian di keluarga besar TNI-Polri.
Amisyah mengatakan, radikalisme adalah istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung gerakan radikal. Dalam sejarah gerakan yang dimulai di Britania Raya ini meminta reformasi sistem pemilihan secara radikal. Gerakan ini awalnya menyatakan dirinya sebagai partai kiri yang menentang partai kanan.
Dengan demikian penjelasan itu menjadi penting apakah penceramah radikal di Indonesia itu apakah radikal kanan atau radikal kiri. Dalam hal ini, pimpinan TNI-Polri harus membeirkan klarifikasi agar lebih paham terkait masalah penceramah radikal yang dimaksud ini. Itu penting agar tidak simpang siur, karena jangan sampai jadi beban presiden, karena tugas presiden sangat berat dalam pemulihan ekonom nasional di masa pandemic.
Di sisi lain, Amirsyah tetap berharap pimpinan TNI Polri dapat melakukan pencegahan terhadap paham radikal yang mengarah pada tindakan ekstrim dan terorisme. Sebab kalau tidak dicegah sejak dini akan mengganggu stabilitas nasional menuju Pemilu 2024.
Ia mengakui, sebelum ini memang belum pernah ada diskusi antara pimpinan TNI Polri untuk meminta masukan MUI terkait pengisian ceramah ini. Namun MUI disebut akan sangat terbuka bila memang nanti kedua institusi ingin membuka dialog. MUI akan terus melakukan pelayanan kepada umat dan bermitra dengan pemerintah.
PA 212 Setali Tiga Uang Dengan MUI
Sementara itu, Ketua Umum Persaudaraan Alumni atau PA 212 Slamet Ma`arif setali tiga uang dengan MUI. Ia menyindir Presiden Jokowi . Slamet mengaku prihatin dan menilai hanya ulama yang pro pemerinta yang boleh berdakwah, sementara yang dianggap radikal tidak diberi ruang.
Ia mempertanyakan apakah yang kritis dan oposisi dianggap radikal. Slamet turut mengingatkan kepada Jokowi untuk menyerahkan persoalan penceramah kepada MUI.