Ekosistem Sekolah yang ramah dan toleran
Eksistensi budaya sekolah memiliki peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sekolah. Kondisi ini mengingat bahwa budaya sekolah berkaitan erat dengan perilaku dan kebiasaan-kebiasaan warga sekolah untuk melakukan penyesuaian dengan lingkungan, serta cara memandang persoalan dan memecahkannya di lingkungan sekolah, sehingga dapat memberikan landasan dan arah pada berlangsungnya suatu proses pendidikan yang efektif dan efisien.
Dengan demikian maka substansi budaya sekolah adalah perilaku, nilai-nilai, sikap dan cara hidup warga sekolah yang berusaha mendinamisir lingkungan sekolah untuk mencapai tujuan sekolah. Budaya atau Kultur sekolah yang positif dapat menggerakkan perubahan perilaku akademik dan perilaku sosial segenap warga sekolah dengan mantap.
Artinya, bahwa kultur sekolah yang meliputi 9 aspek kultur utama sekolah yaitu (1) budaya membaca, (2) budaya jujur (3) budaya bersih (4) budaya disiplin (5) budaya kerjasama (6) budaya saling percaya (7) budaya berprestasi (8) budaya penghargaan (9) budaya efisiensi, diharapkan mampu mendorong siswa, guru, kepala sekolah dan karyawan untuk mengubah diri untuk berperilaku akademik dan sosial sebagai pribadi unggul yang berbudi pekerti luhur (Irma Diayuningsih, 2014)
Manajemen budaya sekolah yang kondusif bagi penyemaian dan pengembangan karakter positif siswa dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip berkelanjutan, terpadu, konsisten, implementatif, dan menyenangkan. Untuk pengembangan budaya sekolah diperlukan empat tahapan yaitu perencanaan program, sosialisasi program, pelaksanaan program, dan evaluasi program.
Untuk mengetahui keberhasilan program pengembangan budaya sekolah perlu dilakukan monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui kesesuaian program dengan perencanaan. Tingkat pencapaian program pengembangan budaya dan lingkungan sekolah yang kondusif perlu dibuat instrumen pengukuran keberhasilan, (Neprializa, 2015)
Untuk mewujudkan siswa-siswi yang toleran terutama saat menyikapi perbedaan di sekolah maka ada beberapa perilaku yang dapat dikelompokkan secara umum berdasarkan faktor-faktor melatarbelakanginya, di antaranya:
Faktor dalam Menyikapi Perbedaan isi doa.
Sebelum memulai kegiatan pembelajaran, anak- anak dengan dibimbing guru kelasnya duduk melingkar dan secara bergantian membaca doa. Anak Non-Muslim mendapat giliran terlebih dahulu kemudian dilanjutkan oleh anak Muslim. Anak-anak dapat saling mengetahui isi doa karena doa dibaca dengan lantang secara bergantian.
Perbedaan tata cara beribadah dan berdoa.
Dalam ibadah, Anak Muslim terlebih dahulu harus melaksanakan wudhu sebelum melaksanakan sholat dhuha yang diselenggarakan setiap hari di sekolah, di ruangan khusus. Sedangkan Anak Non-Muslim, tanpa melaksanakan wudhu dapat langsung menuju ke ruangan agama.
Toleransi terhadap perbedaan simbol agama
Untuk mewujudkan toleransi di sekolah, guru berperan mengatur simbol keagamaan anak Muslim yang berupa tulisan-tulisan kaligrafi dalam buku aktivitas anak. Sedangkan Simbol-simbol keagamaan yang dimiliki oleh anak Non-Muslim. Simbol yang dimaksud seperti: Salib yang dikenakan dalam bentuk perhiasan, gambar Yesus penggembala yang baik dalam buku-buku aktivitas anak Non-Muslim (Juliatmiko, 2018).