Nasionalisme dan Religiositas
Di abad ke-20 yang bergerak, perempuan semakin memiliki jawab atas tempatnya dalam sejarah dipetakan oleh kebaya. Para perempuan di pergerakan nasional tetap bersetia memakai kebaya saat para lelaki telah akrab dengan jas, dasi, celana panjang, dan sepatu. Di buku Sumbangsihku bagi Pertiwi (1982) susunan Lasmidjah Hardi, dapat ditemui foto peserta Kongres Jong Java di Yogyakarta 1924. Para perempuan berbusana kebaya putih, bersanggul sederhana, dan berkain jarik. Kebaya mampu bertahan dalam pertaruhan rasa kebangsaan.
Di perkumpulan pemuda Jong Islamieten Bond, kebaya membawa identitas nasionalisme, kultural, sekaligus religiositas. Beberapa perempuan melengkapi kebaya dengan kerudung berupa kain panjang yang disampirkan di kepala. Kerudung memang tidak menutup rambut secara menyeluruh. Namun, kerudung membuktikan keimanan sekaligus rasa bertanah air menuju harapan kemerdekaan. Kebaya tidak hanya mengabarkan soal identitas kebangsaan seperti pada abad ke-19. Kebaya telah membawa kesadaran nasional menandai semakin bertambahnya perempuan terpelajar dan berperan di ranah publik yang dimulai dari cita-cita agung Kartini.
Histeria kebaya di masa kini memang membuat yang kuno semakin dicintai. Ada kebaya yang asal pakai, asal bagus, asal mewah, dan asal menang jika itu diperuntukkan bagi perlombaan. Kebaya di Hari Kartini menjadi sepele untuk menghibur, mendandani, dan melegalkan perusahaan untuk melakukan promosi produk dengan menggunakan perempuan berkebaya sebagai maskot. Tentu, para maskot sering para selebritas anggun yang mencintai tanah air dengan cara mengoleksi kebaya dan berfoto dalam balutan kebaya.
Suara emansipasi mungkin tidak lagi bisa dibedakan dengan industri mengkreatifkan kebaya. Seolah, emansipasi itu memang telah selesai. Bahkan meski institusi pemerintah dan sekolah berlomba memunculkan peraturan berkebaya sebagai seragam, sulit memiliki jaminan untuk membuat kebaya eksis sebagai busana yang memiliki keselarasan intelektualitas, kultural, kemanusiaan. Karena yang ada tinggal birokrasi yang “memaksa” busana jadi laku berlandaskan peraturan pemerintah dengan dimotivasi oleh perintah, hukuman, dan tata aturan.
Apakah perempuan itu adalah Kartini dalam jelma yang modern? Kebaya adalah gagasan yang akan terus menanggapi tantangan demi tantangan zaman. Kebaya tidak cukup disebut gaya. Kebaya adalah baju emansipasi, pemantik jiwa-pikir perempuan agar tak bodoh, mandeg, dan pasif.