Baca juga: Toleransi Umar bin Khattab kepada Umat Beragama
Dari sini, kita perlu bertanya apakah diri kita akan mengikuti perilaku dan sikap umat Jahiliyah yang selalu menghina, menuduh dan menggunakan kekerasan? Sudah berapa kali kita menuduh orang lain dengan hal-hal yang negatif, bahkan dituduh kafir, musyrik.
Jika kita masih tetap mempertahankan dan menyakini bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir yang membawa Islam, maka tidak boleh tidak kita harus mengikuti sikap, perilaku, perkataan Nabi Muhammad. Kecuali itu, mereka-mereka yang tidak mengakui keadiluhungan moral Nabi Muhammad. Sampai saat ini, tidak ada satu intelektual, baik Muslim ataupun non-Muslim, yang tidak mengakui moralitas dan akhlaq karimah Nabi Muhammad.
Perbedaan adalah Sunnatullah
Saling tuduh, membunuh, menyerang seseorang atau suatu kelompok seringkali terjadi karena adalah perbedaan pendapat dan keyakinan. Sebagaimana yang di alami oleh Ar-Razi dalam cerita diatas, perbedaan adalah pangkal dari adalah tindakan-tindakan kriminal tersebut.
Padahal, adanya perbedaan merupakan bukti akan kebesaran Allah. Allah menciptakan umat manusia sangat beragam, baik dalam hal bahasa, etnis, suku, agama dan sebagainya. Akan tetapi, perbedaan itu, kata Allah, dimaksudnya untuk saling mengenal dan melakukan kerjasama dengan baik sehingga amanah manusia sebagai khalifah Allah bisa tercapai.
Pernahkah kita berpikir bahwa mengapa kita lahir di desa A, tidak di B, menggunakan bahasa A, bukan C, berkulit hitam, tidak berkulit putih. Apakah ada jaminan bahwa kita pasti beragama Islam jika kedua orang tua dan lingkungan sekitarnya beragama Kristen atau Buddha.
Semuanya itu merupakan bukti kebesaran Allah.
Sebagai bukti (ayat) kebesaran Allah, manusia tidak boleh menodainya. Karena itulah, tidak menghargai perbedaan berarti tidak menghargai akan kebesaran Allah. Bukankah orang-orang semacam ini sama dengan orang-orang yang tidak percaya terhadap Allah?
Karena umat manusia berbeda-beda, maka memahami dan menafsirkan keyakinannya juga akan berbeda.
Umat Islam yang hidup di Afrika tentu memiliki pemahaman yang berbeda dengan umat Islam di Indonesia dalam memahami Islam. Apakah kita akan mengkafirkan Imam Hanafi dan Imam Hambali karena tidak sama dengan Imam Syafi’i.
Bukankah penentuan kafir dan tidaknya seseorang adalah hak Allah?
Tugas manusia dimuka bumi tidak lain adalah untuk membangun perdamain, kemaslahatan, kasih sayang, toleransi dan kelangsungan hidup seluruh alam raya.
Bagaimana kita bisa melakukan itu semua jika diantara kita saling bermusuhan dan membunuh. Melakukan pengrusakan, pertumpahan darah dan pengkafiran (takfir) adalah hal-hal yang melampaui tugas manusia. Dan, Allah telah memperingatkan untuk tidak melampaui batas. []