Bagian kedua dari 3 tulisan. Tulisan pertama dapat diakses di sini
Perdebatan di kalangan umat tentang apakah Islam menyokong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, serta kebhinekaan masih sering mengemuka. Sebagian kelompok secara tegas menolak kehadiran NKRI dan Pancasila, sebagian lainnya memberikan dukungan penuh. Argumen dari masing-masing kelompok sama-sama bersumber dari rujukan utama dalam Islam, yaitu al-Qur’an, Hadist ditambah dengan catatan sejarah Islam, terutama era khulafaurrasyidin.
Nasionalisme dan Ketaatan Konstitusi
Sebagai bangsa Indonesia yang beragama Islam, tentu seluruh umat Islam diperintahkan untuk mentaati pemimpinnya serta mencintai tanah airnya (negaranya). Secara terminologi, istilah nasionalisme tidak dikenal dalam Islam klasik karena paham ini baru mengemuka pada akhir abad 18. Islam klasik biasanya membagi wilayah ke dalam dua bagian: wilayah damai (dar al-Islam) dan wilayah perang (dar al-Harb).
Kendatipun demikian, bukan berarti konsep nasionalisme tidak dapat ditemukan rujukannya dalam Islam. Islam mengenal konsep ummah yang oleh al-Asfahani (T.th) dimaknai sebagai perkumpulan manusia yang dipersatukan oleh urusan tertentu baik faktor agama, waktu yang sama ataupun tempat yang sama. Bagi Ibn Khaldun (Fattah, 2004), terma ummah ini sebagai dengan kata wathan yang bermakna hubungan tertentu kelompok masyarakat yang mendiami wilayah terotorial tertentu.
Secara konseptual, al-Qur’an pun merekam bagaimana Nabi Ibrahim karena kecintaannya kepada negerinya berdoa sebagaimana yang terekam dalam surat al-Baqarah 126 dan Surat Ibrahim 35 sebagai berikut:
وَ إِذْ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا بَلَدًا آمِنًا
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa…..”
Salah satu cara mewujudkan negeri yang aman sentosa sebagaimana yang ada dalam doa nabi Ibrahim, maka 1) seluruh elemen bangsa harus menjaga persatuan dan kesatuan, sebagaimanna yang diperintahkan Allah dalam surat Ali Imran ayat 103:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran 103).