Kelompok Muslim yang kedua saat PPKM ini adalah kategori Muslim Regresif. Mereka adalah kelompok yang tidak percaya adanya virus COVID-19. Mereka memiliki pendapat bahwa virus ini adalah konspirasi dan melemahkan atau mematikan populasi umat Islam.
Muslim kategori ini menjadi parasit kondisi akhir-akhir ini. Sebagai gambaran, ketika ada vaksinasi, mereka ramai menolak dan menilai vaksin akan membuat seseorang menjadi lebih parah akan virusnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah pun juga selalu dilawan.
Yang tak habis pikir, dari kelompok kategori ini mengusulkan untuk “Khilafah” atau “Islam Kaffah” sebagai solusi atau obat dari wabah. Harus digarisbawahi, bahwa COVID-19 ini bukanlah untuk mencari sistem politik, tetapi untuk mencari dawāʾun (obat) atau berbagai macam cara yang bisa menghentikannya untuk menyelamatkan kehidupan manusia (Syafiq, 2020). Memang, kondisi ekonomi kita terpuruk, tetapi bukan berarti sistem negara harus diganti.
3. Muslim Abu-Abu
Kategori terakhir adalah kelompok Muslim “Abu-abu”. Penulis sengaja mengkategorisasi atau menamakan kelompok ini dengan istilah abu-abu. Hal ini dikarenakan kelompok ini didominasi kalangan Muslim tidak memiliki sikap yang lurus dalam pendirian.
Misalnya, saat pemerintah menyalurkan Bansos, mereka menolak dan memberikan persepsi jika Bansos hanya untuk pencitraan. Penyaluran Bansos dianggap sebagai momen yang tepat bagi Presiden untuk menaikkan elektabilitas. Lucunya, kelompok Muslim Abu-abu ini menerima saja andai diberi Bansos.
Begitupun saat vaksinasi. Mereka mulanya juga paling vokal untuk menolak vaksinasi. Asumsi mereka negatif, mulai dari komposisi vaksin, hukum vaksin, dan sampai vaksin sebagai bisnis. Anehnya, kelompok ini sekarang berada pada baris terdepan untuk meminta vaksinasi.
Menjadi Komunitas Muslim Progresif
Ada beberapa kesimpulan melihat kondisi umat Islam saat PPKM Darurat ini. Yang pertama adalah arus globalisasi mempengaruhi komunitas Muslim. Mereka dihantam oleh keadaan COVID-19 yang sangat tidak diinginkan. Terlebih lagi, arus informasi melalui media yang bersifat negatif dan penuh dengan hoax, menuntut seorang Muslim untuk cerdas dan produktif.
Kedua, seorang Muslim yang baik harus memiliki kepekaan sosial. Jika di komunitasnya masih ada yang mengalami kondisi terpuruk akibat COVID-19 dan PPKM menjadi penghalang, sebaiknya saling tolong menolong agar aspek kemanusiaan tetap terjaga.
Dan ketiga, selama PPKM Darurat, komunitas Muslim yang berada dalam zona merah, sebaiknya tidak melakukan jama’ah di Masjid. Masjid tetap azan dan iqamah seperti biasanya, sebagai tanda waktu shalat. Ketika hari raya Idul Adha, juga baiknya melakukan shalat ‘īd di rumah. Berkurban juga serahkan kepada panitia pemotongan atau RPH.
Baca Juga:
Diberlakukannya PPKM – Tata Cara Shalat Idul Adha Bersama Keluarga
Sumber:
Majelis Ulama Indonesia, “MUI Terbitkan Taushiyah Pedoman Pelaksanaan Ibadah Qurban Masa PPKM Darurat”, https://mui.or.id/berita/30445/mui-terbitkan-taushiyah-pedoman-pelaksanaan-ibadah-qurban-masa-ppkm-darurat/
Muhammad Ishom, “Virus Corona dan Pembelajaran Kaidah Fiqih bagi Publik”, https://www.nu.or.id/post/read/119325/virus-corona-dan-pembelajaran-kaidah-fiqih-bagi-publik
Retia Kartika Dewi, “Pandemi Corona Berikan 3 Efek Psikologis Bagi Seseorang, Apa Saja?”, https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/14/203728765/pandemi-corona-berikan-3-efek-psikologis-bagi-seseorang-apa-saja?page=all
Syafiq Hasyim, “Apakah Khilafah Solusi Covid-19?”, https://geotimes.id/catatan-syafiq-hasyim/apakah-khilafah-solusi-covid-19/