Lain cerita ketika Islam datang. Mereka yang kelaparan mendapat hak menerima sedekah, perlindungan, dan setara di depan hukum. Demi keadilan akibat merampas harta orang lain, Rasulullah dengan tegas mengatakan, “Seandainya putriku Fatimah yang mencuri tetap saya potong tangannya.”
Pernyataan Rasulullah tersebut bisa dipahami dalam rangka untuk keadilan hukum. Karena beliau tidak tanggung-tanggung kalau memberikan contoh untuk kemaslahatan bersama dalam skala yang luas. Jika yang dijadikan contoh adalah keluarga atau orang yang dicintai, pasti ketegasan akan lebih tampak.
Islam juga sangat menjunjung tinggi kemerdekaan dan kesejahteraan. Dalam konteks ini, Hudlari Beik memberikan contoh misi utama Islam di antaranya adalah menghapus perbudakan. Bahkan memerdekakan budak termasuk bagian dari penebusan dosa atau denda ketika melakukan kesalahan, seperti melanggar sumpah, membunuh dengan sengaja dan lainnya.
Untuk menanggulangi kelaparan, Al-Qur’an juga menyebutnya sebagai jalan kebajikan yang memang sangat sukar dilaksanakan bagi orang-orang yang berhati sempit. Dalam surah Al-Balad ayat 12-16 telah disinggung dengan gamblang.
“Tahukah kamu apa jalan terjal sukar itu? Yaitu menghapus perbudakan atau memberi makan pada saat terjadi kelaparan. Kepada anak-anak yatim yang masih kerabat atau orang-orang miskin terdekat.”
Misi tersebut, memberi sedekah juga dijadikan sebagai salah satu rukun Islam. Salah satu prinsip esensial yang harus dilakukan bagi siapapun yang mengaku menjadi muslim. Pasalnya tidak hanya taat melakukan bentuk ibadah vertikal tetapi juga horizontal. Spiritual dan sosial.
Bisa dipahami bahwa Islam sangat responsive terhadap peristiwa kelaparan, khsususnya yang terjadi di masyarakat terdekat. Meskipun sudah banyak lembaga-lembaga filantropi yang dipelopori oleh umat muslim, tetapi fakta yang dihasilkan masih perlu ditingkatkan. Tidak hanya kepedulian ketika terjadi peristiwa-peristiwa di luar, tetapi juga lebih tanggap terhadap bencana yang ada di sekitar kita. Ini yang lebih dikehendaki.