Islamina.id – Muhammad Abduh merupakan ulama Mesir yang jasanya dikenang sebagai pembaharu di dunia Islam. Hal itu ditenggarai gerakan Abduh yang cenderung “membongkar” tidurnya umat muslim dari keterpurukan yang panjang.
Di pengantar Tafsirnya, ia berdalih bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk umat manusia di mana saja dan kapan saja. Akan tetapi ketika ia bandingkan dengan kondisi saat itu, dinilai tidak adanya kompatibel antara kewahyuan Al-Qur’an dengan kondisi umat muslim.
Baca juga: Benarkah Demokrasi Bertentangan dengan Islam?Ini Penjelasannya (1)
Dari sini seolah ia mempertanyakan, siapa yang salah, padahal Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai pengajaran ilmu-ilmu yang dibutuhkan, juga sebagai hidayah dan pencerahan? Lalu kenapa umat muslim masih berada dalam suasana pemikiran yang gelap? Bukankah Allah menghendaki umat muslim terus berpikir cerah untuk meraih kebahagiaan dunia sebelum kebahagiaan akhirat itu diraih?
Sebenarnya masih banyak pertanyaan-pertanyaan dobrakan Abduh yang menohok. Saking mengenanya Abduh dan Tafsirnya dinilai oleh sebagian ulama sebagai ulama muslim yang tidak baik diikuti. Bahkan di Nusantara sendiri banyak pesantren yang sampai saat ini tidak membolehkan santrinya membaca kitab Tafsir al-Mannar itu (Bruienessen, 2012).
Biografi Muhammad Abduh
Sekilas tentang Muhammad Abduh, ia adalah seorang teolog, filsuf yang lahir pada tahun 1849 di Provinsi Bukhairoh Mesir. Dalam dinamika perjalanan intelektualnya, Abduh sering dilukiskan jenuh dengan pengajaran yang ia terima. Sehingga akhirnya ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afghani ( w. 1897), lalu ia menjadi murid setianya karena tertarik dengan pemikiran al-Afghani yang dianggap progresif, tidak monoton.
Abduh selama hidupnya dikenal menentang kejumudan berfikir yang dilakukan oleh mayoritas muslim. Bahkan di Al-Azhar sendiri ia kritik karena masih terdapat kelompok mayoritas saat itu, yang hanya melakukan ilmu dengan cara menghafalnya saja. Berpegang kokoh pendapat-pendapat ulama terdahulu tanpa adanya selektif yang ketat. Serta tidak ada pengembangan terhadap ilmu-ilmu modern yang bisa digunakan untuk mempertahankan kedudukan.