“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Oleh karena itu ia juga dijuluki da’i ilawlah, karena mengajak ke jalan Allah dengan cara-cara Nabi Muhammad. Perjalanan dakwahnya diiringi sikap jabar khatir. Apa itu jabar khatir? Sikap dimana mau menyenangkan dan menggembirakan orang lain. Sehingga, dimana tempat yang mengundang beliau pasti ia datangi tanpa memilah dan memilih antara si kaya dan si miskin. Apalagi jika muridnya yang mengundang maka ia mendahulukan dari undangan-undangan lainnya.
Panutan Betawi tersebut juga membuka Majelis Nahwu dan Shorof setiap Senin dan Jumat selepas shalat Maghrib di rumahnya. Ia mendatangkan pengajar Timur Tengah, diantaranya Syekh Busyiri Abdul Mu’thi (Mesir), Syekh Mahdi Al-Misri (Mesir), dan Syekh Muhammad Al-Busyiri Al-Yamani (Yaman) untuk mengajarkan dasar-dasar bahasa Arab tersebut kepada remaja-remaja, pemuda-pemuda, hingga orang tua. Akan tetapi pada tahun 2010 akhir, beliau sendiri yang memutuskan untuk mengajarnya di majelis tersebut. Ia sempat menuturkan bahwa Bahasa Arab merupakan modal yang harus dimiliki seorang yang ingin menjadi da’i dan guru agama.
Presiden Subuh, julukan lain dari Habib Ali. Sebab ia pencetus dan pelopor dari gerakan shalat subuh berjamaah di Jakarta. Sebagaimana Rasul bersabda, “Barangsiapa yang shalat subuh secara berjamaah maka seolah-olah ia shalat semalam suntuk”. Rasul juga bersabda, “Seorang muslim yang shalat subuh berjamaah di masjid, setelah itu ia berzikir kepada Allah sampai datang waktu israq, maka sesungguhnya ia mendapatkan pahala haji dan umroh yang sempurna.”
Gerakan Shalat Subuh Berjamaah pertama kali diresmikan BJ. Habibie dan Habib Ali pada tahun 1998 di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pada masa itu merupakan masa transisi pemerintahan BJ. Habibie di Indonesia. Kala itu shalat subuh berjamaah diikuti oleh presiden, para pejabat lainnya, serta berbagai elemen masyarakat. Selepas acara tersebut, masing-masing kecamatan di DKI Jakarta membentuk koordinator sholat subuh gabungan.
Perlu diketahui pula, rutinitas tahunan Habib Ali yaitu mengajak jamaah dan para pecintanya untuk melakukan ziarah qubro ke maqam wali-wali Allah di Jabodetabek. Maqam-maqam tersebut diantaranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Husein bin Abubakar Alaydrus (Luar Batang), Habib Muhammad bin Umar al-Qudsi, Habib Ali bin Abdurrahman Ba’alawi, Habib Abdurrahman bin Alwi As-Syatiri (Kampung Bandan), Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (Tanjung Priok), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad (Empang Bogor), Sayyidil Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Lalongok). Beliau melakukan bersama mereka biasanya di bulan Sya’ban. Rutinitas tersebut dilakukan dalam rangka menyambung silaturahmi dengan wali-wali Allah dan bertawasul memohon keselamatan selama menjalani puasa dan ibadah di bulan Ramadhan.
Kini Sang Presiden Subuh, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf telah berpulang ke Rahmatullah. Kepergiaannya ditangisi oleh murid-muridnya, jamaahnya, dan para pecintanya. Namun sebelum kepergiannya meninggalkan pesan-pesan yang amat berharga untuk umat Islam di Indonesia. “Suatu saat saya tidak ada, saudara….. saya wasiatkan jangan tinggalkan majelis taklim, saudara akan kembali kepada Allah. Saya lebih dahulu atau saudara yang lebih dahulu, yang pasti kita akan kembali semuanya, Innalillahi wa innailahi raji’un.”
Baca Juga: Ikhwanusshofa Society: Komunitas Dzikir di Kota Metropolitan Jakarta
Sumber data:
- Habib Ahmad bin Ali Assegaf (Anak dari Sayyidil Walid Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf)
- Ust. Tambar
- Ust. Anto Jidbril
- Ust. Dedy Junaedi
- Ust. Abd Rozak
- Para Murid Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf