Ketiga, al ‘ilmu bil munkar wal qath’u bih. Yakni paham dan mengetahui terhadap kemunkaran dan tahu cara menyelesaikannya. Nahi munkar, demikian Abdul Qadir Jailani, tidak boleh dilakukan dengan sangkaan. Karena bisa terjatuh pada dosa. Sebab, Allah sangat tegas melarang seseorang melakukan sangkaan-sangkaan (QS: al Hujarat;12). Jika hanya mengira terhadap perbuatan seseorang sebagai munkar maka tergolong dosa (al itsm). Oleh karena itu, kewajiban kita hanya melakukan nahi munkar kepada hal-hal yang dhahir atau tampak saja.
Keempat, bil layni wal tawaddud. Yakni melakukan nahi munkar harus dengan cara lemah lembut dan penuh cinta. Nahi munkar itu juga harus lebih banyak dilakukan dengan perilaku bukan kata-kata. Tepatnya memberi contoh. Sebagaimana Nabi, demikian Abdul Qadir Jailani, mendahulukan contoh perilaku dari pada perkataan (uswah hasanah). Contoh amal yang baik mudah diterima oleh orang lain dari pada membentak apalagi melahukan pengrusakan. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam al-Qur’an agar kita mengajak orang lain ke jalan yang baik dengan hikmah dan contoh yang baik.
Kelima, sabar dan rendah hati. Kesabaran da rendah hati dipilih sebagai syarat oleh Abdul Qadir Jailani karena kita memang tidak boleh dalam kondisi marah. Setiap orang yang mau melakukan nahi munkar harus mengerti bahwa yang memberikan hidayah bukanlah manusia melainkan Allah. Nabi saja tidak mampu memberikan hidayah, apalagi manusia setelah Nabi. Dalam al-Qur’an Allah berfirman “Bukan kamu (Muhammad) yang member hidayah kepada orang yang kamu cintai melainkan Allah yang memberikan hidayah kepada orang yang Dia cintai.”
Dan keenam atau terakhir, melakukan apa yang diperintahkan dan suci dari hal yang dilarang oleh Allah. Artinya, jauh sebelum seseorang melakukan amar makruf dan nahi munkar hendaknya seseorang sudah melakukan apa hal baik sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah. Akan bermasalah jika seseorang melakukan Nahi munkar justru ia melakukannya juga. Dalam sebuah syi’ir dikatakan, demikian Abdul Qadir Jailani, “janganlah kamu mencegah sebuah perbuatan sedangkan kamu melakukan hal yang sama. Hal itu sungguh celaka jika kamu melakukan yang lebih buruk.”
Baca Juga:
Cara Bijak Merubah Kemungkaran Di Sekitar Kita