Baca juga: Khilafah Itu Konstruksi Historis, Bukan Ajaran Islam
Jadi dalam hal ini, Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama. (Muktamar NU XXVII tahun 1984 di Situbondo, Munas NU tahun 2012 di Cirebon).
Dalam pandangan aswaja, pemimpin negara adalah pelanjut tugas pokok kenabian yaitu menjaga Agama (حراسة الدين) dan mengatur dunia (سياسة الدنيا). Mengingat pentingnya tugas pemimpin (imam), maka negara wajib dipimpin oleh seorang imam yang cakap memegang tampuk pemerintahan.
Syariat Islam sendiri tidak menentukan sistem apa yang harus dipakai dalam pemilihan pemimpin dalam sebuah pemerintahan. Namun hendaknya diwaspadai model pemimpin yang lahir secara instan, yaitu para pemimpin yang tidak mengukur kemampuan dirinya sendiri dan lebih banyak melihat kekuasaan sebagai media menuju kenikmatan pribadi.
Indikasinya pelaksanaan pilpres dan pemilukada banyak menimbulkan kamadlaratan, seperti konflik sosial, memecah belah kerukunan, money politik dan berujung pada korupsi serta menghabiskan anggaran negara yang besar. (Munas NU tahun 2012 di Cirebon).
Sistem Khilafah Persoalan Ijtihadiyyah
Khilafah sebagai sistem pemerintahan tidak ditemukan dalil nashnya, namun ia merupakan persoalan ijtihadiyyah, karena bagi NU negara dengan pemerintahannya adalah sarana guna mencapai tujuan, sehingga negara sebagaimana Indonesia yang tidak menggunakan sistem khilafah, tidaklah serta merta sah disebut negara kafir, walaupun ada sebagian hukum-hukum Islam tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Pandangan seperti ini telah diputuskan PWNU Jawa Timur melalui Bahtsul Masail di Genggong pada 2007 dan di Pesma al-Hikam Malang tahun 2006, yaitu: Adakah tuntutan Syari’ah berbentuk dalil nash yang mengharuskan pembakuan bentuk khilafah dalam sistem ketatanegaraan Islam?
Tidak ditemukan dalil nash mengenai hal itu, karena bentuk pemerintahan sistem khilafah adalah masalah ijtihadiyyah, dan adanya sebagian hukum syari’at Islam yang belum dapat dilaksanakan walaupun akibat kecerobohan umat Islam, tidak dapat mengubah status negara sebagai negara kafir.
Hal ini sebagaimana keterangan dalam syarah an-Nawawi (juz 12, halaman 161, dan juz 6, halaman 291), al-Jihad fi al-Islam (81), syarah al-Mahally (juz 2, hal 275).