Kedua, perjalanan hidup Gus Dur penuh dengan warna-warni kehidupan. Sebagai anak dari keluarga besar NU, Gus Dur tidak saja hidup dalam lingkungan NU saja. Pada saat kecil, ia hidup di Ibu Kota Jakarta. Bahkan selama menempuh pendidikan tingkat SMP di Yogyakarta, ia tinggal di rumah KH. Junaid, salah seorang anggota Majelis Tarjih Muhammadiyah. Setelah itu, ia bersinggungan dengan komunitas NU, yakni nyantri di Pesantren Tegalrejo, Pesantren Muallimat Bahrul Ulum, Jombang, dan Pesantren Krapyak Yogyakarta. Kisah perjalanan hidup juga dilalui di luar negeri, antara lain di Mesir saat belajar di Universitas Al-Azhar dan Baghdad di Universitas Baghdad.
Ketiga, Gus Dur merupakan tokoh yang memiliki ilmu yang kompleks dan dalam. Sebagai sosok yang hidup dari darah kiai besar dan selalu digembleng ilmu agama, kedalaman ilmu agamanya sudah tidak diragukan lagi. Bahkan ia menjadi ulama sentral di kalangan Nahdliyyin pada masanya. Sementara, penguasaan ilmu umum juga sudah dikuasai semenjak belia. Di saat masih duduk di bangku sekolah SMP, ia sudah melahap buku-buku bertema politik, ekonomi, budaya, bahkan ideologi yang ditulis dalam Bahasa Inggris, Belanda, Perancis, dan Arab. Dengan begitu, penguasaan ilmu umum sangat mendalam.
Dari ketiga hal tersebutlah, Gus Dur tidak lantas menjadi pribadi yang picik. Meski ia memiliki jati diri yang kuat, termasuk dalam keyakinan beragama, namun ia sangat toleran terhadap sesama. Ia mengetahui segalanya dan peduli terhadap semuanya. Sehingga, ia tidak saja memikirkan dirinya sendiri. Sebagai pribadi yang menghamba kepada Tuhan, ia selalu menjalankan syariat-syariat yang mesti dilakukan dengan baik. Bahkan amalan-amalan sunnah yang tidak banyak dilakukan kebanyakan orang pun ia lakukan. Sementara, sebagai pribadi yang hidup di tengah masyarakat, ia berusaha menjadi pribadi yang bermanfaat sehingga tidak menyusahkan sesama. Terhadap sesama muslim, Gus Dur mengajak untuk bisa merasakan kenyamanan di dunia dan akhirat. Terhadap pemeluk agama lain, Gus Dur mengajak agar bersama nyaman hidup di dunia. Bisa disimpulkan bahwa sikap toleransi yang terbangun dalam diri Gus Dur dimulai dari didikan hingga perjumpaan.
Wallahu a’lam.