Puasa Parasara Dharmasastra, yakni puasa selama 3 hari dengan beberapa tingkatan, yakni minum air hangat saja, minum susu hangat saja, dan mentega murni saja tanpa makan dan minum sama sekali.
Adapun landasan teologis pelaksanaan puasa ini ada dalam kitab Bhagavad Gita XVIII.5 yang berbunyi, “Perbuatan korban suci, kedermawanan dan pertapaan tidak boleh ditinggalkan; kegiatan itu harus dilakukan. Roh-roh mulia sekalipun disucikan oleh korban suci, kedermawanan dan pertapaan”.
Buddha
Dalam Buddha, puasa disebut Uposatha atau hari di mana umat Buddha melakukan pengamatan dan pelatihan 8 aturan moralitas (Uposatha Sila/ Atthasila).
Uposatha dilakukan dengan menghindari 8 hal seperti pembunuhan makhluk hidup, mencuri, menghindari diri dari perilaku tidak suci, berbohong, mabuk, menghindari diri dari hiburan duniawi (musik, pertunjukan, wewangian, kosmetik, dsb), menghindari makan di luar waktu yang ditentukan, dan menghindari menggunakan tempat tidur atau kursi yang tinggi dan mewah (Paritta Suci, Atthanga Sila:59).
Tujuan dari pelaksanaan Uposatha yakni membuat batin menjadi lebih tenang dan terbebas dari penderitaan serta mencapai kebahagiaan sejati.
Protestan dan Katolik
Dalam Protestan, puasa bukanlah hal yang wajib, melainkan anjuran yang baik untuk dilaksanakan. Puasa dalam agama ini disebut berpantang, yakni berpantang makan atau minum hal-hal tertentu, namun mereka masih membolehkan minum.
Sedangkan dalam Katolik, pantang dilakukan sebagai tanda pertobatan dan pengorbanan. Biasanya pantang ini dilaksanakan pada masa prapaskah yang dimulai pada Rabu Abu.
Ada beberapa aturan tertentu yang diterapkan dalam pelaksanaan pantang, di antaranya ialah berusia di atas 14 tahun hingga 60 tahun, hanya diperbolehkan makan sekali saja, pantang makan daging, ikan, garam, rokok, atau makanan dan minuman lain yang disukai.
Anjuran tentang puasa termaktub dalam Injil Matius 6:16-18 yang berbunyi,
“Dan apabila kamu berpuasa, janganlah muram mukamu seperti orang munafik. Mereka mengubah air mukanya, supaya orang melihat bahwa mereka sedang berpuasa. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya dilihat oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.”
Khonghucu
Dalam agama ini puasa disebut Chai, puasa ini dilakukan menjelang sembahyang besar Cing Thien Gong atau pada hari dan bulan tertentu seperti imlek. Pelaksanaannya adalah dengan menghindari memakan daging, tidak minum alkohol, dan memakan bawang putih.
Ajaran puasa dalam agama ini termaktub dalam Kitab Kesusilaan (Li-Ji) XXII yang berbunyi, “Ketika tiba waktunya menaikkan sembahyang, seorang Susilawan akan bersuci diri dengan cara berpuasa lahir batin.”
Sedangkan dalam Kitab Sishu bab XV:3 disebut bahwa dengan berpuasa, dapat membersihkan hati manusia. Sehingga puasa dalam agama Khonghucu bermakna untuk sarana menyucikan diri dan pelatihan mengendalikan diri.
Nah, itu dia beberapa ajaran tentang puasa dalam tradisi berbagai agama di Indonesia.
Baca Juga: Puasa Waktu Terbaik Reformasi Diri dan Akhlak Untuk Lawan Radikalisme dan Terorisme