Kemajuan teknologi digital tanpa dipungkiri telah memberikan dampak besar bagi kehidupan umat manusia. Sejak maraknya penggunaan internet terutama, segala sesuatu menjadi semakin mudah diakses seolah tanpa ada batas ruang dan waktu. Ditambah lagi, sejak beberapa tahun terakhir, melalui fitur-fitur canggih yang dikembangkan dalam smartphone, setiap orang bisa dengan mudah menjalankan aktivitas hanya dengan sentuhan-sentuhan jari dan modal kuota internet. Semua menjadi serba praktis, bahkan sesuatu yang mudah pun diusahakan agar lebih mudah lagi.
Kondisi tersebut secara berangsur juga berhasil menggeser budaya literasi masyarakat dari yang berbasis cetak menjadi digital. Berdasarkan survei yang dilakukan Nielsen Consumer & Media View pada tahun 2017, tingkat pembelian koran secara personal dari 28% pada tahun 2013 menurun menjadi hanya sebesar 20%. Sementara jumlah pembaca cetak pada tahun itu sebesar 4,5 juta orang, kalah dibanding pembaca digital (internet) yang mencapai 6 juta orang. Alasan dari penemuan ini adalah masyarakat menganggap bahwa media itu harusnya gratis (katadata.co.id, 2017). Data ini sudah beberapa tahun yang lalu, dan bisa ditebak kemungkinannya pada tahun ini persentase pembaca digital makin bertambah. Namun, terlepas dari itu semua, setidaknya ini telah menunjukkan bahwa memang kebiasaan membaca masyarakat Indonesia sudah mengalami pergeseran.
Berangkat dari itulah kita bisa menarik kesimpulan bahwa peluang media digital hari ini lebih besar dari media cetak, dalam aspek apa pun. Mulai dari bisnis, kampanye politik, edukasi dan pendidikan, dakwah agama dan lain sebagainya. Semua sama-sama mempunyai peluang besar, tentu dengan strategi pemanfaatan yang optimal. Apalagi jumlah pengguna media sosial berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 2018 mencapai 123,26 juta jiwa atau 54,7% dari populasi penduduk di negeri ini (detik.com, 2019). Sekali lagi, ini data beberapa tahun lalu. Saat ini, kemungkinan besar jumlahnya pasti bertambah.
Melihat kenyataan itu kita akan tersadar bahwa media online benar-benar mempunyai potensi luar biasa untuk dijadikan sarana mencapai tujuan-tujuan tertentu, termasuk untuk tujuan dakwah.
Baca Juga: Karakteristik Wahabi-Salafi di Medsos yang Meresahkan
Kita bisa melihat sendiri hal ini sudah banyak dilakukan oleh kalangan dai baik yang sudah kondang maupun tidak. Sebelum adanya perkembangan internet seperti saat ini, dakwah secara digital dilakukan melalui ceramah di radio seperti zamannya KH. Zainuddin MZ. Perkembangan selanjutnya merambah melalui media televisi, hingga pada akhirnya bermunculan stasiun-stasiun televisi swasta yang secara khusus hanya menayangkan siaran-siaran tentang keagamaan.
Selain melalui digital, dakwah juga biasa dilakukan dengan tulisan yang diterbitkan di koran atau majalah, atau berupa selebaran yang diterbitkan secara mandiri. Namun, seiring pesatnya perkembangan dunia digital cara-cara seperti ini makin jarang digunakan. Alasannya mungkin sederhana: disesuaikan dengan kondisi zaman dan kebutuhan masyarakat. Padahal, dakwah melalui literasi ini merupakan budaya yang sangat penting dipertahankan, karena melalui literasi lah kemajuan berpikir suatu bangsa dapat dilihat. Bangsa yang budaya literasi masyarakatnya tinggi sudah dapat dipastikan bahwa bangsa tersebut maju, sebagaimana terlihat pada negara-negara Barat dan negara di belahan Timur yang maju seperti halnya Jepang dan China.