Secara etimologis, kata dakwah mencakup makna menyapa, memanggil, memohon, meminta, menuntut, hingga menyembah. Para alim Ulama ada yang menambahkan lebih banyak lagi termasuk konsep memanggil, menyerukan, seruan, dan doa.
Dalam Al-Qur’an, kata dakwah memiliki tiga arti utama: menyembah Allah; menyapa, meminta dan memanggil; dan mengajak kepada Islam.
Semua makna tersebut memiliki konotasi religius. Namun makna yang ketiga, selain mencerminkan hubungan langsung antara manusia dengan Allah juga menyiratkan agen perantara atau da’i.
Dua makna pertama dari dakwah adalah ibadah dan panggilan. Al-Qur’an sering menyebutnya seperti di surat Al-Baqarah (2): 186, Ali Imran (3): 38, Al-An’am (6): 40, Hud (11): 22 dan 106, Maryam (19): 48 dan 91, Al-Hajj (22): 12.
Di dalam kitab suci kita dakwah sebagai ibadah, seperti dalam Al-An’am (6): 71:
“Katakanlah (Muhammad), “Apakah kita akan memohon kepada sesuatu selain Allah, yang tidak dapat memberi manfaat dan tidak (pula) mendatangkan mudarat kepada kita, dan (apakah) kita akan dikembalikan ke belakang, setelah Allah memberi petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah disesatkan oleh setan di bumi, dalam keadaan kebingungan.” Kawan-kawannya mengajaknya ke jalan yang lurus (dengan mengatakan), “Ikutilah kami.” Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya); dan kita diperintahkan agar berserah diri kepada Tuhan seluruh alam,”
Jadi, satu-satunya yang bisa diterima dakwah sebagai ibadah adalah dakwah yang ditujukan kepada Allah, seperti dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 186:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku Kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”
Dakwah, bagaimanapun, bukanlah satu-satunya kata dalam bahasa Arab untuk ‘memanggil’. Misalnya, ‘Naada’ memiliki arti memanggil. Istilah ini atau turunnya juga digunakan dalam Al-Qur’an (Ali Imran (3): 193), Al-Maidah (5): 58, dll).
Dalam surat Ali Imran (3): 193:
“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, (yaitu), “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu,” maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.”
Naada di dalam surat Ali Imran digunakan untuk mengundang atau menyerukan, sedangkan dalam Al-Maidah (5): 58 berarti menyeru dengan suara nyaring:
“Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (melaksanakan) salat, mereka menjadikannya bahan ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.”
Kemudian ada juga istilah tabligh, yang tidak muncul dalam Al-Qur’an. kata balagh atau tabligh sering menggantikan kata dakwah. Meskipun demikian, dalam pemahaman konsep dakwah menurut orientalisme, menyimpulkan bahwa tabligh dan dakwah bukan merupakan sinonim melainkan dua kata yang saling melengkapi.
Menurut salah satu tokoh orientalisme menyebutkan bahwa istilah dakwah berbeda dengan istilah tabligh yang berarti memenuhi atau melaksanakan misi merupakan syarat aktif, sementara dakwah sendiri adalah ajakan pasif. Oleh karena itu, sangat mungkin untuk berbicara mengenai pelaksanaan dakwah atau tabligh al-dakwah.
Dari kontraposisi di atas, sepenuhnya tidak benar. Pertama-tama, dakwah Nabi Muhammad SAW tidak selalu berupa ajakan pasif. Beliau pasti bekerja keras untuk menarik pengikut, terutama saat masih di Mekah.
Tetapi kemudian, setelah pindah ke Madinah dan menjadi pemimpin di sana, Rasulullah mengejar d a k w a h yang bahkan lebih luas. Apalagi beliau dalam kapasitasnya sebagai nabi Allah selalu memiliki sebuah tugas mulia yang ingin diwujudkan dan pesan khusus (wahyu) disampaikan kepada semua umat manusia.
Muhammad Masud dalam bukunya yang berjudul Tabligh (1995: 162), berpendapat bahwa penggunaan Al-Qur’an dari balagh menandakan bahwa proklamasi pesan (wahyu) saja sudah cukup untuk pemenuhan misi mulia.
Berbeda dengan argumen orientalisme di atas, Masud meyakini bahwa kata tabligh dan dakwah digunakan sebagai anonim, meskipun preferensi tetap dalam makna dakwah.
Namun demikian, terlepas dari perbedaan makna, dalam teologi Islam tujuan dakwah adalah untuk mengajak manusia dalam memahami ibadah kepada Allah. Dakwah sebagai “Panggilan kepada Allah” adalah sarana dimana Nabi Muhammad mulai menyebarkan pesan Al-Qur’an kepada umat manusia.
Setelah Nabi Muhammad, para sahabat, tabi, tabi’in, bahkan umat setelahnya memikul tanggung jawab untuk itu. Mereka menyampaikan pesan Al-Qur’an dengan memberikan informasi tentang mengapa dan bagaimana Al-Qur’an mengajarkan tauhid.