Terlepas dari semua itu, yang sebenarnya ingin saya tegaskan adalah pentingnya melestarikan budaya dakwah literasi ini meskipun masyarakat kita sudah lebih cenderung pada budaya mendengar dan menonton. Alasannya untuk ‘mencerdaskan’, bukan sekadar memberikan penjelasan dan pemahaman. Karena lewat tulisanlah tendensi untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dan argumentatif lebih menjanjikan. Di samping untuk mendorong masyarakat pada peradaban berpikir yang maju melalui budaya literasi yang kuat.
Dakwah Progresif Melalui Literasi
Dakwah melalui literasi walaupun secara prediksi kalah peminat dibanding dakwah melalui kajian online, di Youtube misalnya, namun bukan berarti ini menjadi pertanda dakwah literasi merangkak menuju kematian. Munculnya media-media online berbasis keislaman menandakan bahwa sebagian kalangan masih menaruh perhatian besar terhadap urgensi budaya literasi. Tulisan-tulisan tentang keislaman yang dimuat melalui kurasi terlebih dahulu oleh media-media online tersebut kebanyakan juga menunjukkan progres yang baik dalam penyampaian nilai-nilai Islam. Meskipun ya bisa ditebak pembacanya kebanyakan dari kalangan itu-itu saja, kalangan terpelajar, atau setidaknya yang suka membaca.
Akan tetapi, dakwah literasi ini setidaknya merupakan bagian dari pola gerakan dakwah yang terstruktur dan visioner. Terstruktur dalam artian mampu menyasar problem-problem dalam segala aspek kehidupan secara masif sesuai bidang gerakan masing-masing. Sementara visioner mengindikasikan terlaksananya dakwah sebagai upaya implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan. Pola dakwah seperti ini bisa kita katakan sebagai pola dakwah yang humanis, multi perspektif, dan progresif, atau mengandung spirit perubahan menuju arah kemajuan.
Hari ini, banyak problem kehidupan di masyarakat yang perlu untuk dipecahkan dan kita carikan solusi. Sebagai kaum terpelajar, melalui literasi, melalui tulisan-tulisan yang kita kirim ke media online atau kita unggah secara mandiri di akun media sosial, setidaknya kita telah mengambil peran dan menjadi bagian dari gerakan dakwah ini. Sebab―setidaknya bagi saya―menulis, selain merupakan aktivitas intelektual, juga merupakan media pergerakan dan jihad sosial bagi orang-orang yang belum mampu terjun langsung ke lapangan mengatasi problem-problem yang sedang berkembang di masyarakat.
Selain itu, melalui tulisan lah nilai-nilai Islam dapat kita narasikan dengan kompleks. Sehingga dari hasil kerja intelektual yang dituangkan dalam bentuk tulisan itu terkadang mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru yang lebih menarik dan komprehensif. Hanya literasilah yang mampu merekam itu dan membuatnya abadi sebagai produk pemikiran yang sistematis. Oleh karenanya, sebagaimana sudah disinggung di awal, berdakwah melalui literasi itu hakikatnya ‘mencerdaskan’, bukan hanya sekadar memberikan penjelasan ajaran agama yang sifatnya informatif seperti pada kebanyakan ceramah yang dilakukan para dai, terutama ustaz-ustaz Youtube yang banyak digandrungi anak-anak milenial itu.
Akhirnya, bergerak menuju arah dakwah yang lebih responsif terhadap segala tantangan zaman untuk kemajuan peradaban sudah menjadi keharusan, bukan lagi sekadar pilihan. Melalui spirit literasi salah satunya, saatnya kita bergerak lebih serius sesuai bidang masing-masing mendakwahkan nilai-nilai Islam seperti kemajuan pendidikan, ekonomi, keadilan, kesehatan, perang terhadap kapitalisme, dan lainnya sebagainya. Namun, meski demikian, bukan berarti menyingkirkan tradisi dakwah yang sudah berjalan sejak lama, seperti ajakan menjalankan syariat yang sifatnya ubudiyah-spiritual, atau membendung paham ekstremisme yang tidak sejalan dengan karakter keislaman di Indonesia melalui kontra narasi di media sosial.
Baca Juga: Tips Dakwah bil Medsos