من أنتم ؟ قالوا : نحن المتوكلون , قال : بل أنتم المتأكلون , إنما المتوكل الذي يلقي حبة في الأرض , ويتوكل على الله عز وجل”
“Siapa kalian? Mereka menjawab: kami orang-orang yang bertawakkal, Lalu Umar mengatakan: “ bukan, tapi kalian adalah orang-orang yang meminta makan. Sesungguhnya orang yyang bertawakkal adalah orang yang melempar/menanam biji di tanah (gambaran tentang berusaha) lalu ia bertawakkal kepada Allah SWT.” ( Ibnu Rajab, Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, Juz 2, Muassasah al-Risalah,1999, hal. 507).
Dari dua hadits di atas dan satu atsar dari Umar bin Khattab tergambar bahwa tawakkal ya beriringan dengan usaha dan ikhtiar, bukan sekedar pasrah. Artinya, kita berusaha dulu baru pasrah. Jika hasilnya sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka kita bersyukur. Akan tetapi, jika hasilnya tidak sesuai seperti yang kita harapkan, kita tidak berputus asa. Demikianlah tawakal. Lain halnya dengan pasrah. Orang-orang yang pasrah tanpa disertai usaha dan ikhtiar itu ciri orang-orang yang malas.
Demikian pula dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, yang namanya tawakkal ada usaha dan ikhtiar lahiriah kita berupa taat pada aturan protokol kesehatan lalu diiringi dengan ikhtiar spiritual dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Jadi bila kita ingin sehat dan kehidupan kita kembali normal bahkan lebih baik lagi, ya kita ikhtiar bersama-sama lalu bertawakkal.
Karena tawakkal dan ikhtiar bukanlah dua hal yang terpisah, keduanya menyatu saling mendukung untuk menuju ketakwaan kepada Allah SWT. Dan jangan kita lupa, keduanya juga merupakan perintah Allah, usaha dan ikhtiar adalah perintah Allah terhadap jasmani kita, sementara tawakkal merupakan perintah-Nya terhadap hati kita sebagai wujud keimanan kita kepada-Nya.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Al-Imran: 159)
Memperhatikan ayat di atas, semakin jelas bahwa tawakal tidak identik dengan sikap pasif. Bukanlah disebut tawakal orang yang hanya pasrah kepada Allah tanpa mau berusaha dan orang yang menginginkan sesuatu tapi enggan mengerahkan potensi yang dimilikinya untuk meraih apa yang diinginkannya. Tawakal adalah urusan hati. Ia hadir setelah badan dan pikiran dioptimalkan terlebih dahulu.
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمْرِهِۦ ۚ قَدْ جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىْءٍ قَدْرًا
“…Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” ( Q.S. al-Thalaq: 3).
Di akhir renungan, saya mencoba memberikan makna tawakkal dengan memberikan kepanjangan kata dari tawakkal yang terdiri dari huruf ت , و , ك , ل dimana huruf Ta nya menjadi Tafwidh ( تفويض ) maksudnya Tafwidh al-amr ila Allah, huruf Wau tetap Wau ( و ) yang berarti dan, huruf Kaf menjadi Kasb ( كسب), dan huruf Lam nya menjadi Lillahi ta’ala ( لله تعالى ). Jadi tawakkal adalah Tafwidh al-amr ila Allah wa al-Kasb Lillahi.
تفويض الأمر الى الله و الكسب لله
“Menyerahkan urusan kepada Allah dan (senantiasa) berusaha karena Allah SWT.“
Wallahu a’lam bi al-Showab.
Semoga Bermanfaat.