Barangsiapa yang bertasawuf tetapi tidak berfiqih maka ia termasuk zindik.
Dan barangsiapa yang berfiqih tetapi tidak bertasawuf maka ia fasik
(Abu Hamid al-Ghazali)
Islamina.id – Ditengah perjalanan bus dari Surabaya ke pulau Madura, kami bertemu segerombolan orang. Mereka menggunakan surban, jubah, sarung, peci lengkap dengan jenggotnya.
Selama dalam perjalanan, terjadilah sebuah perbincangan yang cukup serius antara kami dan dia. Mau kemana? Dan dalam rangka apa? Begitu kami menyapa.
Dia menjawab”kami mau ke Pamekasan (Madura) dalam rangka menegakkan syariat islam, berjihad dijalan Allah dan mengikuti sunnah rasul”.
Perbincangan kami pun terasa sangat akrab dan intim. Akhirnya, kami bertanya padanya: “apakah Rasulullah dalam melakukan perjalanan pakai bus atau menggunakan onta?”
Perbincangan kami dengannya terus berlanjut pada seputar syariat Islam dan nabi Muhammad, termasuk juga tentang jihad. Dari perbincangan tersebut, ada perbedaan yang cukup mendasar antara kami dan mereka dalam memahami islam.
Menurutnya, syariat Islam harus ditegakkan dengan berbagai cara, bahkan jika perlu dengan peperangan (jihad). Hukum potong tangan bagi pencuri, rajam bagi pezina, menggunakan sorban, berjenggot adalah aturan yang diperintahkan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad.
Sementara itu, pemeluk agama lain seperti Kristen, Yahudi harus ditumpas dari muka bumi ini. Sebab, islam telah datang untuk menggantikan agama-agama sebelumnya.
Dari perbincangan kami dengan mereka ada dua hal penting yang menjadi teka teki dalam benak kami. Apakah yang dimaksud dengan syariat? Dan, apakah islam datang untuk membunuh dan penumpas pemeluk agama lain (non-muslim).
Lalu, seperti apakah islam yang diteladankan nabi Muhammad kepada pemeluknya.
Baca juga: Membangun Agama Kerakyatan
Dalam kitab-kitab kuning, kata syariat diartikan sebagai hal-hal yang datang dari Allah dan Rasul. Karena itu, kata syari —dalam bentuk isim fail—bermakna Allah dan Rasul.