Terorisme merupakan problem akut yang melanda pelbagai negara di belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Keberadaannya selalu meresahkan umat manusia. Aksi-aksi yang dijalankan acapkali bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan (HAM) dan ajaran agama: memaksakan kehendak, melakukan teror, klaim kebenaran tunggal hingga aksi bom bunuh diri. Karena itulah, masing-masing negara melakukan pencegahan dan pemberantasan baik melalui jalur hukum maupun deteksi dini atau penyadaran.
Walau begitu, keberadaan kelompok teroris ini semakin hari kian bertambah kendati tugasnya berbeda-beda satu sama lain. Ada yang menjadi kombatan perang, ada pula penyuplai makanan bahkan fasilitator pendanaan. Misalnya, kasus mutakhir yang sempat menyita perhatian publik Indonesia belakangan ini; 5 WNI yang menjadi fasilitator pendanaan ISIS. Ini menjadi bukti nyata bahwa salah satu sumber dana yang digunakan kombatan ISIS juga berasal dari Indonesia.
Lantas pertanyaan yang muncul kemudian mengapa masih banyak orang yang tergoda dan jatuh hati pada terorisme? Bukankah sudah jelas bahwa, aksi-aksi mereka bertentangan dengan ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan (HAM)?
Ternyata, usut punya usut, salah satu jualan mereka dalam merekrut pengikutnya adalah dengan “jaminan masuk surga”. Siapa yang tidak ingin masuk surga – jikalau ada itu hanya segelintir orang – tentu semua orang ingin masuk surga. Yaitu suatu kehidupan yang digambarkan penuh kenikmatan, kedamaian, segala kebutuhan terpenuhi, dan di bawahnya mengalir sungai-sungai yang indah nan memesona. Itulah surga. Tempat yang diidam-idamkan umat manusia.
Tidaklah mengherankan, apabila masih banyak terutama umat Islam yang tertarik serta dapat dengan mudah dipengaruhi lalu kemudian direkrut menjadi anggota atau bagian dari kelompoknya. Bahkan, seseorang dengan penuh percaya diri melakukan aksi bom bunuh diri dikarenakan iming-iming surga tersebut. Hal ini dan tentu saja disebabkan karena minimnya pengetahuan dan pemahaman mereka akan Islam.