Dalam Buku Mengislamkan Jawa, Ricklefs (2013) pada paruh akhir bukunya mengungkapkan temuan fenomena masyarakat yang kian terislamkan menjelang keruntuhan Orde Baru hingga reformasi. Fenomena islamisasi yang kian dalam ini ditunjukkan dengan aktifitas relijius masyarakat yang mulai menyeruak ke mimbar publik.
Acara televisi juga sudah dijeda setidaknya dengan azan magrib. Dalam berbagai pertemuan kenegaraan assalamualaikum juga kerap menjadi pilihan salam pembuka selain salam nasional seperti selamat pagi. Pejabat juga sudah semakin yakin untuk memasang gelar “haji” di depan namanya.
Fenomena Islam yang kian dalam di tengah masyarakat nusantara ternyata banyak diekspresikan dengan panorama simbolisasi Islam yang menyeruak ke mimbar publik. Pasca reformasi fenomena ini kian tidak terbendung. Islam saking populernya bahkan bisa menjadi komoditas dalam bidang yang membutuhkan magnet simpati publik. Sebut saja dalam bidang ekonomi dan politik.
Berapa banyak produk yang sudah membingkai produknya dengan kata Syariah. Begitu pula kebebasan ekspresi politik pasca orde baru memunculkan berbagai partai politik yang secara eksplisit mendasarkan diri sebagai partai Islam. Bahkan agenda politik bisa masuk dalam aktifitas relijius seperti mimbar pengajian, majlis taklim hinggga gerakan shalat subuh berjamaah.
Mengamati proses masyarakat yang kian terislamkan, saat ini, jika Ricklefs mengamati kelanjutan proses tersebut mungkin sudah tidak hanya menjamur di ruang nyata, tetapi secara masif merambah ruang maya. Virtualisasi Islam di media online sungguh menjadi fenomena fantastis yang menyajikan panorama simbol dan konten Islam yang berada di etalase situs dan media sosial.
Baca Juga :