Islamina.id – Diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 dari Jakarta oleh Soekarno dan Hatta tidak hanya membangkitkan semangat nasionalisme bangsa Indonesia di tanah air mereka yang membentang dari Sabang sampai Merauke, tetapi juga turut menyulut api perjuangan dan rasa kebangsaan putra-putra Indonesia yang sedang bermukim di kota suci Makkah.
Pada masa itu, masyarakat asal Indonesia yang bermukim di Makkah tercatat lebih dari 5000 orang. Sebagian besar dari mereka adalah para penuntut ilmu, pengusaha, dan sebagian kecil lainnya banyak pula yang menjadi ulama besar dunia Islam dan berkarir di kota suci itu hingga wafatnya.
Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia mulai tersebar ke seluruh seantero dunia, termasuk sampai juga ke Makkah pada akhir bulan Agustus tahun 1945. Beberapa surat kabar yang terbit di wilayah Kerajaan Saudi Arabia menyiarkan warta proklamasi kemerdekaan itu.
Para putra bangsa Indonesia yang bermukim di Makkah dan wilayah Saudi Arabia lainnya, dengan penuh semangat terbuka dan perasaan kebangsaan yang menyala-nyala, menunjukkan totalitas sikap nasionalisme mereka memperjuangkan kemerdekaan bangsa mereka itu.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), dalam memoir perjalanan hajinya di tahun 1950, memberikan kita banyak informasi berharga atas gerakan perjuangan anak bangsa Indonesia di Makkah sejak tahun 1945 (dalam Henri Chambert-Loir, Naik Haji di Masa Silam: Kisah-Kisah Orang Indonesia Naik Haji, vol. II, hal. 745-902. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan EFEO, 2013).
Sejarah Kopindo
Para putra Indonesia di Hijaz (Makkah, Madinah, Jeddah dan sekitarnya) membentuk suatu badan perkumpulan untuk mengukuhkan perjuangan kebangsaan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari Hijaz, yaitu Kopindo (Komite Perjuangan Indonesia) yang berbasis di Makkah.
Perkumpulan ini berjejaring dengan perkumpulan lainnya yang juga didirikan oleh para putra bangsa Indonesia di Kairo, yaitu Perpindo (Perhimpunan Perjuangan Indonesia) dan Lajnah al-Difâ’ ‘an Istiqlâl Indûnîsiyâ (Dewan Pembela Kemerdekaan Indonesia).
Mereka, para putra Indonesia di Hijaz itu, melakukan demonstrasi besar-besaran mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Dalam aksi itu, para putra Indonesia di Hijaz melakukan aksi melempar dan membakar paspor mereka yang masih berstatus warga negara jajahan Belanda. Mereka hendak mengumumkan kepada dunia dan kepada Belanda khususnya, bahwa mereka tidak lagi mengakui kekuasaan pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang pada masa itu memiliki kantor konsulat perwakilan di Jeddah.
Baca juga: Hikmah Kemerdekaan: Jangan Mudah Diadu Domba
Sebelumnya, pemerintah kolonial Belanda, melalui kantor perwakilannya di Jeddah, rutin memberikan bantuan uang dan barang-barang pangan pokok bagi warga negara Hindia Belanda yang bermukim di Hijaz. Setelah tersiarnya warta proklamasi kemerdekaan itu, para putra Indonesia di Hijaz kompak menolak lagi bantuan keuangan itu.
Sebagai gantinya, para putra Indonesia di Hijaz, melalui Kopindo, mengelola sebuah gerakan “berdikari” (berdiri di atas kaki sendiri). Mereka mengumpulkan uang bersama-sama secara mandiri. Dari uang yang terkumpul dan dikelola itu, mereka belikan beberapa ton beras setiap bulannya, lalu dibagikan kepada para mukimin Indonesia yang kurang berkecukupan.
Para founding father kemerdekaan Indonesia, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Wahid Hasjim, dan lain-lainnya, menjadi nama yang sering dielu-elukan oleh masyarakat Indonesia di Makkah. Orang-orang yang semula lemah, menjadi kuat semangat kebangsaan dan menjadi tersulut api perjuangannya untuk Indonesia karena figur para tokoh kemerdekaan Indonesia itu.