Alhamdulillah, islamina.id hadir dengan bulletin Jum’at rutin yang dapat dibaca oleh kaum muslimin seluruh Indonesia. Bulletin Jum’at ini merupakan kerjasama islamina.id dengan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dalam rangka membumikan nilai dan ajaran moderasi Islam di tengah masyarakat.
Bulletin Jum’at Al-Wasathy edisi kali ini dengan judul “HIJRAH YANG TEPAT; PELAJARAN DARI NABI”
Fenomena hijrah telah marak di masyarakat. Umumnya mereka memaknai hijrah dengan cara perubahan pakaian dan sikap. Jika sebelumnya tidak berjilbab maka setelah hijrah akan berpakaian lengkap hingga seluruh tubuh. Jika sebelumnya, perkataan dan sikapnya tidak memperdulikan nilai dan ajaran agama maka setelah hijrah mereka lebih banyak mengikuti pengajian-pengajian di majlis-majlis agama. Tidak berhenti sampai di situ, orang-orang yang merasa dirinya sudah hijrah seringkali mengajak teman atau orang lain untuk mengikuti langkah dirinya.
Ajakan ini yang menarik diperhatikan. Sebagian orang mengkritik ajakan itu karena disertai dengan hinaan dan cacian. Misalnya, ketika ajakan untuk hijrah itu diabaikan maka orang yang mengabaikan itu dianggap sebagai orang yang cara beragamanya hanya setengah-setengah; tidak total dan tidak kaffah. Dampaknya, orang-orang yang sudah hijrah itu dituduh pemaksaan dalam beragama. Sehingga penolakan terhadap orang yang hijrah itu makin marak seramai orang-orang yang mengajak untuk hijrah. Umat Islam pun terbelah menjadi dua; yang hijrah dan belum hijrah. Keduanya tampak saling berseteru. Lalu bagaimana sebenarnya Nabi melakukan proses hijrah?
Dalam kitab “Subulul Huda wal Rasyad fi Sirah Khair al ‘Ibad” Imam Muhammad bin Yusuf menjelaskan bahwa hijrah Nabi disebabkan dua alasan. Pertama, karena Nabi dan umat Islam mendapat perlakuan yang menyakitkan setelah kepergian Khadijah dan Abu Thalib. Hal yang menyakitkan ini bahkan disebut sebagai bencana (al bala’) bagi umat Islam. Demi keselamatan Nabi dan kuatnya Islam, atas dasar musyawarah kala itu, para sahabat mengijinkan Nabi untuk mengungsi ke Madinah. Madinah sebagai titik tuju hijrah ini disebabkan sebelumnya ada enam orang suku Khazraj yang beragama Yahudi bertemu Nabi dan menceritakan tentang kehidupan di Madinah yang dilanda peperangan. Suku Khazraj ini siap mendampingi Nabi jika bersedia membantu menyelesaikan konflik antar suku di Madinah. Kedua, adanya suku Khazraj yang menjadi benteng di Madinah yang kelak menjadi kaum Anshar di Madinah.