Momentum itu dibarengi dengan ucapan rasa syukur dan rapalan doa-doa agar mendapat rezeki berlimpah di tahun depan. Kemudian juga berkumpul dengan keluarga dan kerabat guna mempererat tali silaturahim dan saling berbagi. Ataupun hal-hal yang bersifat positif.
Mungkin saja, Cheng Ho juga merayakan Imlek seperti definisi diatas. Tetapi perlu diketahui bahwa armada Cheng Ho beberapa juga beragama Buddha dan Tao. Cheng Ho menghormati keyakinan anak buahnya, terbukti ia turut mengajak Fei Huan yang merupakan pendeta agama Buddha dalam ekspedisi pelayarannya. Cheng Ho juga tidak pernah melarang awak 45 kapalnya yang menganut agama lain menyembah Tuhannya.
Sebagai contoh, ketika berada di kapal Cheng Ho mempersilahkan anggota rombongannya yang beragama lain (Tao dan Buddha) melaksanakan ajaran agamanya dengan tenang (Atmodjo, 2019). Ia juga pernah bersedekah di kuil Bukit Ceylon kota Galle, Sri Lanka pada tahun 1911 M. Cheng Ho memberi sedekah berupa kain bersulam benang emas dan perak, pedupaan, pot bunga, pelita lilin dan sebagainya (Yuanzhi, 2011).
Dalam perkembangan sejarah Cheng Ho di Indonesia, orang-orang Tionghoa menghormati sosok Cheng Ho. Di Semarang bahkan dibangun kelenteng Sam Po Kong. Dan di beberapa daerah lain juga membangun masjid berarsitektur Tiongkok. Uniknya, kelenteng sebagai tempat ibadah umat Konghucu, namun mereka tidak dapat melupakan kemasyhuran Cheng Ho yang beragama Islam.
Bisa jadi Cheng Ho merayakan Imlek seperti halnya merayakan Idul Fitri. Cheng Ho seorang Muslim yang taat. Ia tidak meninggalkan nilai-nilai budaya Tionghoanya. Oleh karena itu, Imlek dijadikan momen positif baginya untuk menyebarkan kebaikan-kebaikan.
Referensi:
Atmodjo, Sebastian. 2019. Cheng Ho Sebuah Biografi. Yogyakata: Sociality.
Lombard, Denys. 1996. Nusa Jawa: Silang Budaya. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS.
Yuanzhi, Kong. 2011. Cheng Ho Muslim Tionghoa: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia