Ibnu Taimiyyah berpendapat: “Negara dapat berumur panjang meskipun rakyatnya kafir (kufur), tetapi mereka tidak dapat hidup lama ketika rakyatnya menjadi penindas.”
Islam mengizinkan pemaksaan dan penggunaan kekuatan hanya terhadap mereka yang memerangi Islam dan Muslim. Allah berfirman, ”Perangilah di jalan Allah orang-orang yang menyerang kamu, tetapi jangan melampaui batas; karena Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
Tujuan jihad bukalah untuk membuat orang lain masuk Islam. Al-Qur’an mengatakan, “La ikraha fi al-din” yang artinya tidak ada paksaan dalam beragama.
Tujuan sebenarnya dari jihad adalah untuk menghapus ketidakadilan, penindasan dan menghentikan agresi. Muslim diperbolehkan untuk menjaga hubungan baik dengan non-Muslim.
Islam boleh saja menoleransi apa pun, tetapi Islam tidak mengajarkan toleransi terhadap ketidakadilan, penindasan, dan pelanggaran hak-hak manusia lainnya.
Islam mengajarkan toleransi di semua tingkatan: antara anggota keluarga, antara suami dan istri, antara orang tua dan anak, antara kelompok dan bangsa.
Al-Qur’an mengatakan, ”Hai manusia! Kami telah menciptakan kamu laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling baik akhlaknya.”
Oleh karena itu, perilaku terbaik dalam Islam adalah memperlakukan manusia dengan martabat, kesetaraan, persaudaraan dan keadilan.
Jadi, toleransi adalah kebutuhan hari ini hingga masa mendatang. Kita harus menekankan perlunya kebijakan bertoleransi di antara kita secara individu dan dunia secara umum. Kita harus memupuk toleransi melalui kebijakan dan upaya yang sungguh-sungguh.
Fokus kita harus multi-etnis. Kita memiliki kewajiban mengajari anak-anak kita untuk menghormati satu sama lain tanpa memandang kepercayaan, jenis kelamin, dan etnis.
Toleransi adalah simpul tali persaudaraan yang mengikat keluarga, masyarakat dan menjaga keutuhan bangsa. Ketidakhormatan memunculkan orang-orang seperti Gus Dur yang dapat mengubah arah suatu bangsa.
Kita harus menanamkan pada anak-anak kita kualitas toleransi, kesabaran, dan pengampunan karena keluarga adalah sekolah pertama. Seorang anak belajar pelajaran hidup dengan cara ia menyusu di pangkuan ibunya. Hal ini selalu mempengaruhi pikiran, perilaku dan budayanya.
Hanya keluarga yang sehat dan berbudaya yang dapat menjadikan bangsa yang sehat dan berbudaya yang diperlukan untuk mewujudkan perdamaian, kemakmuran, dan keamanan di dunia. Masyarakat tidak dapat diatur oleh hukum saja. Hukum memiliki hubungan dengan masyarakat. Hukum akan menderita jika masyarakat kaku dan tidak toleran.