Dalam perjalanan waktunya, Orde Baru menunjukkan sikap akomodatif terhadap umat Islam. Sekitar tahun 1980-an, terjadi Islamisasi birokrasi. Sarjana-sarjana Muslim dimasukkan dalam birokrat, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Partai Politik (Parpol), dan kelompok-kelompok sosial level nasional.
Era Reformasi
Di Indonesia, bersamaan dengan kemajuan perpolitikan nasional saat memasuki era reformasi, lintasan demokrasi dibuka seluas-luasnya bagi rakyat untuk ikut berkontribusi dalam berbagai proses politik secara tulus. Era reformasi juga merambah fase baru dengan mendatangkan liberalisasi politik.
Situasi ini telah memungkinkan lahirnya partai-partai politik dalam jumlah yang tidak sedikit. Islam juga meraih bagian yang besar pada era demokratisasi itu. Kenyataannya bahwa di antara organisasi-organisasi politik yang muncul itu adalah partai-partai yang mempunyai social origin Islam.
Partai politik pun mulai “kembali menemukan momentum” dirinya untuk merayu masyarakat. Simbol-simbol agama mulai kembali menjadi “komoditas” yang dianggap mampu meningkatkan perolehan suara. Sebagai kelanjutan dari asal-usul sosial demikian itu, ada partai yang menegaskan diri sebagai partai Islam. Ini terutama tampak dalam simbol dan asas partai.
Ada pula yang merasa tidak perlu menyatakan diri sebagai partai Islam. Meskipun begitu, publik tetap menganggapnya sebagai partai Islam. Hal ini sesuai dengan realitas yang ada, bahwa secara jelas pendukung partai-partai itu, baik yang menyatakan secara resmi partai Islam atau tidak, adalah komunitas Islam (Syahrir & Samsu, 2012).
Pada bagian lain, bukan hanya lahir partai-partai politik yang mengusung politik aliran baik dari kelompok Islam maupun lapisan masyarakat lainnya, namun juga organisasi-organisasi atau gerakan-gerakan keagamaan yang mengusung misi dan simbol-simbol keagamaan termasuk di kalangan umat Islam.
Sejumlah fenomena baru yang kentara dan menimbulkan kontroversi ialah gerakan Islam yang membawa kembali piagam Jakarta dan penerapan syariat Islam yang sering disebut beraliran fundamentalis atau radikal seperti Hizbut Tahrir, Komite Penegakan Syari’at Islam (KPPSI), Majelis Mujahidin, dan lainnya di luar partai politik Islam yang mengusung isu yang sama kendati tidak sekuat gerakan-gerakan Islam berhaluan militan itu.
Dalam melancarkan usaha-usaha penerapan syariat Islam di berbagai daerah di Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan daerah-daerah lainnya, beberapa di antaranya telah berhasil bahkan ada yang mendapatkan otonomi khusus seperti Aceh.