Islamina.id – Kongres Ulama Perempuan (KUPI), di Pesantren Kebon Jambu Ciwaringin Cirebon, 24-27 Juli 2017 adalah momen bersejarah gerakan perempuan muslim Indonesia yang sukses. Keberhasilan ini berkat perjuangan tak kenal lelah para aktivis hak-hak kemanusiaan perempuan. Perhelatan itu merupakan puncak dari serangkaian perjuangan cukup panjang mereka, termasuk di dalamnya para santri.
Saya merasa bersyukur telah menjadi bagian dari serangkaian proses panjang untuk mencapai sukses besar ini. Dan saya ingin sedikit berbagi pengetahuan atas proses ini.
Diawali kajian kitab Syarh Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zawjain oleh Forum Kajian Kitab Kuning (FK3) Puan Amal Hayati. Lembaga ini didirikan oleh Gus Dur, Ibu Shinta, saya dan lain-lain. Ini tahun 1999.
Pengajian ini diikuti oleh para santri antara lain ibu Sinta, Masdar F. Masudi, Ny. Djudju Djubaidah (Tasikmalaya), Juju Zuhairiah, (Banten), Farhah Ciciek (Jakarta), Badriyah Fayyumi (Bekasi), Dr. Faqihuddin A. Kodir, Dr. Syafiq Hasyim, Dr. Ahmad Lutfi Fathullah dan saya dll. Gus Dur sesekali ikut mendengarkan untuk beberapa menit.
Baca juga: Peranan Ibu Nyai terhadap Pengembangan Pesantren
Mengapa kitab ini penting dikaji dan dianalisis?. Hal ini karena kitab ini menjadi sumber referensi atau rujukan di hampir seluruh pesantren di Indonesia untuk menjawab masalah-masalah yang berhubungan hak-hak suami istri.
Dari aspek matan atau konten kitab ini mengandung pandangan-pandangan yang diskriminatif terhadap perempuan, bahkan kadang bernuansa misoginis.
Kajian ini memfokuskan diri pada Takhrij (penilaian) terhadap hadits-hadits yang ada di dalamnya dari aspek “Sanad”. Hasilnya cukup mengagetkan. Kitab yang menjadi salah satu sumber rujukan masyarakat muslim, khususnya pesantren, tentang relasi suami-istri ini mengandung sejumlah besar hadits yang tidak valid, “dha’if“, bahkan “La Ashla Lah“. Hadits yang sahih jauh lebih sedikit.
Adalah menarik bahwa hasil kajian ini yang kemudian diterjemahkan menjadi “Wajah Baru Relasi Suami-Isteri”, oleh FK3, menimbulkan reaksi keras dari sejumlah kiyai Pesantren. Mereka menulis buku “Menguak Kebatilan dan Kebohongan Sekte FK3”. Sebuah dialektika yang menarik.
Kemudian Himpunan Rahima. Sebuah LSM yang memfokuskan diri pada kerja-kerja pendidikan dan pusat informasi keislaman untuk kesetaraan dan keadilan gender. Ia didirikan oleh antara lain K.H. Muhyiddin Abdusshomad, ibu Ny. Shinta Abdurrahman Wahid, Dr. Azyumardi Azra, saya dan lain-lain.
Salah satu program yang penting dicatat adalah Kaderisasi Ulama Perempuan. Selama kurun waktu 3 tahun, Rahima menyelenggarakan pendidikan kader ulama perempuan. Diikuti oleh para santri dari berbagai daerah di Indonesia. Kaderisasi ini telah menghasilkan lebih dari seratus lima puluh kader ulama perempuan.