Al-Ahkam al-Sulthaniyah karya al-Mawardi (971-1058) adalah salah satu buku yang dahulu digunakan sebagai kontribusi penting memperkuat kepemimpinan Khalifah dari dinasti Abbasiyah, saat dikendalikan oleh Qaim. Buku ini dahulu sangat berpengaruh dalam menghubungkan hukum Islam dengan pemikiran politik dan mempromosikan pandangan Islam yang negarasentris atau sering disebut al-Islam dinun wa daulah.
Dalam buku itu, ditegaskan bahwa tugas Khalifah tidak hanya mengendalikan sistem politik, tetapi juga berhak menjadi hakim, pemimpin ibadah dan pengawas moralitas publik (al-Mawardi, 1996). Menurut Inggrid Mattson, buku al-Mawardi tersebut sebenarnya hanya ditulis untuk mengabdi kepada sang khalifah yang memiliki tujuan untuk memperkokoh peranan khalifah di era itu.
Gagasan yang sama juga ditulis oleh al-Ghazali (w. 1111 M) di dalam salah satu karya monumentalnya Ihya’ ‘Ulum al-Din yang di dalamnya terdapat pernyataan al-Ghazali tentang hubungan antara kekuasaan dan agama adalah saudara kembar. Kalimat tersebut sangat populer hingga saat ini. Bahkan ada yang menganggap kalimat yang dikutip oleh al-Ghazali itu adalah hadis Nabi (Rosental, 1958).
Padahal yang ditulis oleh al-Ghazali itu bukanlah hadis Nabi melainkan pepatah yang sudah sangat terkenal di Persia Sasaniyah. Hal ini pernah diungkap oleh sejarawan Arab, al-Mas’udi, bahwa pernyataan itu adalah wasiat dari salah satu pendiri kerajaan Sasaniyah pada abad ke 3 M dan pernah diterjemahkan ke bahasa Arab pada abad 8 M. Intinya, kalimat yang mengatakan bahwa agama dan negara adalah saudara kembar bukanlah dari ajaran Islam melainkan wasiat dari raja Sasaniyah. Masihkah mengidolakan negara Islam sebagai esensi dari Islam?
Baca Juga: Mengenal Istilah Penting Seputar Khalifah dan Khilafah