Ayat diatas juga sebagai dasar larangan mendiskreditkan terhadap orang lain yang berbeda, misalnya orang kulit putih dilarang mengucilkan atau meremehkan orang yang berkulit hitam.
Dalam kitab at-Tibyan fi Nahyi an Muqata’at al-Ar’ham wa al-Aqarib wa al-Ikhwan, KH Hasyim Asy’ari menjelaskan tentang hal yang menjadikan permusuhan yang menimbulkan perpecahan disebabkan perbedaan cara menyikapi sebuah masalah yang berawal dari arogansi diri yang telah dikuasai oleh nafsu atau dari bisikan syaitan, semua golongan merasa benar, paling pintar dan menyalahkan golongan lain.
Dalam kitab tersebut, beliau juga memberikan contoh tentang kisah Imam As-Syafi’I ketika berziarah ke Makam Imam Hanafi selama tujuh hari dengan menghabiskan waktu untuk membaca Al-Qur’an, kemudian menghadiahkan pahala bacaannya kepada Imam Hanafi. Dan selama Imam Syafi’I berada disekitar area kubbah Imam Hanafi, setiap shalat Shubuh ia tak membaca Qunut. Setelah ia pulang dari sana, salah satu murid Imam Syafi’I bertanya kepadanya:
“Kenapa anda tak membaca Qunut selama di area kubbah Imam Hanafi?”
Lantas Imam Syafi’I menjawab: “alasannya adalah bahwa Imam Hanafi tak menganjurkan membaca Qunut dalam Shalat Shubuh, maka aku tak melakukannya sebagai bentuk penghormatan atau sopan santun terhadap Imam Hanafi.”
Dari sini KH Hasyim Asy’ari menganjurkan kepada Umat Islam dan para Ulama yang bertakwa untuk selalu mengikuti sikap para Sahabat dalam menyikapi perbedaan pendapat, juga mengikuti para Ulama’ yang telah mengamalkan ilmunya dan orang-orang shaleh dalam merespon segala macam perbedaan.
Moh Afif Sholeh, M.Ag