Baca juga: Mengenal Istilah Kitab Kuning dan Fungsinya
Namun yang menarik lagi adalah bahwa meskipun secara fisik karya-karya dibidang Al-Qur’an itu merupakan rangkaian huruf-huruf hanacaraka dan penuturan tulis yang halus khas Jawa kraton, isi penafsiran-penafsirannya terhadap Al-Qur’an beberapa di antaranya sangat dipengaruhi oleh gagasan purifikasi Islam.
Ini terlihat pada Tafsir Qur’an Jawen Pandam lan Pandom ing Dumadi yang memuat penolakannya terhadap taklid dan inovasi-inovasi dalam beragama (bidah). Karya tafsir yang terbit pada 1928-1930 itu agaknya telah memasuki era di mana isu yang cukup dominan dikalangan Muhammadiyah adalah purifikasi.
Dengan demikian, tidak dapat disangkal lagi bahwa dalam proses menafsirkan Al-Qur’an terdapat penyatuan antara horizon teks Al-Qur’an dan horizon penafsir.
Selang waktu yang tidak terlalu lama sejak berdirinya Muhammadiyah hingga 1930-an telah memotret peran Muhammadiyah dalam berijtihad. Gagasan tentang Islam yang tidak bersifat teoritis melainkan praktis telah membawa Muhammadiyah melakukan aktualisasi ajaran Islam dalam ranah pendidikan dan sosial tetapi juga dibarengi dengan keterlibatannya mengatasi persoalan-persoalan keagamaan.
Untuk mencapai agenda ini, ijtihad diarahkan pada memahami ajaran agama di balik teksnya dan menarik realitas teks ke dalam konteks zaman yang dihadapinya.