Survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM), UIN Jakarta tahun 2017 menemukan bahwa mayoritas guru beragama Islam di Indonesia memiliki opini intoleran dan radikal yang tinggi. PPIM menemukan sebanyak 10,01 persen guru Muslim punya opini sangat intoleran secara implisit dan 53,06 persen memiliki opini yang intoleran secara implisit. Selain itu, 6,03 persen guru Muslim memiliki opini sangat intoleran dan 50,87 persen guru memiliki opini intoleran secara eksplisit.
Sebagai hasil survei, kondisi ini tentu mengkhawatirkan, karena generasi Z ini adalah cerminan masa depan Indonesia. Karena itulah, perlu ada terobosan baik dari level guru maupun cara mengajarkan agama Islam.
Berikut adalah gaya belajar generasi Z:
- Learning by doing. Generasi Z lebih menyukai belajar yang menekankan pada praktik ketimbang duduk di meja.
- Tujuan jelas dan feedback cepat. Salah satu yang menentukan motivasi belajar siswa adalah adalah tujuan yang jelas dan pemberian umpan balik secara cepat oleh guru. Siswa akan termotivasi belajar jika apa yang dipelajarinya memiliki tujuan yang jelas, sekaligus dapat umpan balik terhadap proses dan hasil belajarnya.
- Tutor Sebaya. Generasi Z lebih merasa nyaman belajar ketika guru menempatkan dirinya sebagai tutor sebaya, mengajar dengan pendekatan personal, tidak menggurui dan tidak galak terhadap mereka. Mereka adalah generasi yang ingin dipahami dan dihargai dengan segala kompleksitas persoalan yang dihadapinya. Karena itu, berbicara secara personal, memberikan saran terhadap masalah yang dihadapinya akan sangat menyenangkan bagi mereka.
- Berbasis multimedia. Sebagaimana yang telah disebutkan pada sub-bab sebelumnya, bahwa generasi Z sangat enjoyketika sumber belajarnya dalam bentuk multimedia, baik visual, gambar, video, grafis dan lain sebagainya.
- Menggunakan Gadget. Sebagai generasi yang sangat lekat dengan gadget, generasi Z akan menggunakan smartphone digenggamannya untuk belajar. Dengan cara ini, maka sumber belajar yang dapat dikembangkan tidak hanya berupa teks, melainkan juga dalam format lain yang memungkinkan diakses melalui gadgetnya.
- Belajar sebagai permainan. Generasi Z bukan pribadi yang secara spesifik belajar sesuatu dengan cara yang serius dan menoton. Sebaliknya, mereka lebih suka belajar dengan gaya bermain
- Berpikir Kritis. Informasi yang didapatkan melalui dunia internet, menjadikan mereka kaya informasi yang pada gilirannya menjadikan mereka kritis. Karena itulah, mereka dapat membandingkan apa yang disampaikan oleh guru di kelas dengan apa yang didapatkan melalui media sosial.
- Multitasking. Seperti yang dijelaskan pada sub-bab sebelumnya bahwa karena kemampuan multitasking tersebut, aktivitas pembelajaran untuk generasi Z sebaiknya bervariasi, tidak menoton hanya satu model.
Baca Juga:
Islam untuk Generasi Z: Panduan Bagi Guru PAI (1)