Alquran merupakan kitab suci dari agama Islam yang bukan merupakan agama pertama kali yang dianut oleh masyarakat Nusantara. Ini juga menjadi sebab pengenalan masyarakat terhadap Alquran tentu melalui proses yang sangat panjang. Lebih-lebih Alquran juga bukan berbahasa Nusantara, yang menuntut harus dipahami untuk dijadikan pedoman. Maka penting untuk dilihat, bagaimana prosesnya.
Tetapi membahas tentang kajian Alquran, penulis mengira sangat perlu untuk melihat sejarah pengajaran Alquran di Indonesia. Mulai dari awal masuknya Islam sampai era sekarang. Dinamikanya dalam lingkup sejarah islamisasi yang bisa jadi masih berlangsung hingga saat ini.
Abu Bakar Atjeh menyebut jika pembelajaran Alquran dalam masyarakat bisa ditelusuri dengan melihat dakwah yang dilakukan Walisongo pada sekitar abad ke-15 yang berkutat di sekitaran tanah Jawa. Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa para wali saat itu juga telah mengajarkan Alquran.
Selain Wali Songo, masih banyak ulama lain yang juga turut berperan dalam pembelajaran Alquran kepada masyarakat Indonesia kala itu. Sebutlah beberapa diantaranya, Hasanuddin yang menjadi raja utama di Bantam; Pangeran Jambu Karang, Sunan Geseng; Sunan Tembayat; Sunan Ngundhung, Sunan Panggung; Syekh Abdul Muji, begitu juga Sayyid Hussein al-Aidrus yang merupakan seorang Arab dari Hadhramaut.
Baca Juga: Sejarah Islam (1): Pengaruh Cina-Champa Ke Nusantara
Pengajian Alquran ini biasanya diadakan secara individu di rumah maupun di langgar atau surau. Guru membaca dan murid mengikuti bacaan gurunya sambil menunjuk kepada huruf-huruf hijaiyah yang dibacanya, (Atjeh, 1952:279-284). Sebagai permulaan, diajarkan surat al-Fatihah dan dilanjutkan dengan surat-surat pendek dalam Juz ‘Amma. Menurut Kareel Steenbrik, pengajaran dengan panduan turutan ini dipilih karena keperluan praktis kala itu, yakni mengajarkan ayat-ayat Alquran untuk keperluan melaksanakan ibadah, (Steenbrik, 1986:10).