Rabu, Agustus 10, 2022
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Wawancara
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Melacak Akar Lahirnya Kekerasan Atas Nama Agama

Melacak Akar Lahirnya Kekerasan Atas Nama Agama

Melacak Akar Lahirnya Kekerasan Atas Nama Agama

Saidun Fiddaraini by Saidun Fiddaraini
04/03/2022
in Kajian, Populer, Tajuk Utama
4 0
0
3
SHARES
69
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Pembicaraan seputar agama seakan tak pernah habis dari waktu ke waktu. Bahkan selalu menarik untuk diangkat dan didiskusikan ke permukaan sampai kapanpun. Pasalnya, agama dinilai memiliki dua wajah yang satu sama lain saling bertentangan. Di satu pihak, agama menjadi pegangan hidup seluruh umat manusia karena mengajarkan nilai-nilai kebaikan, penjamin keselamatan, cinta-kasih, dan perdamaian. Namun di sisi lain, justru agama sumber, instrumen, penyebab, dan alasan bagi kehancuran serta kemalangan umat manusia. Artinya, karena agama, orang bisa saling mencintai. Tetapi atas nama agama pula, orang bisa saling membunuh dan menghancurkan antara satu sama lain.

Statemen di atas bukan tanpa alasan. Jika ditelisik lebih jauh lagi, beragam kasus yang terjadi, baik di Indonesia maupun dunia pada umumnya dalam satu dekade terakhir acap mengatasnamakan agama. Misalnya, tragedi runtuhnya dua menara kembar World Trade Center (WTC) di New York dan Pentagon di Washington, Amerika Serikat pada 11 September 2001 tahun silam. Di Indonesia sendiri, salah satu tragedi yang menyisakan luka mendalam bagi masyarakat Indonesia secara khusus dan dunia pada umumnya, adalah peristiwa pemboman terhadap tiga gereja, tepatnya di Surabaya pada tahun 2018 lalu. Walaupun, sebelumnya pernah terjadi kasus yang sama di Indonesia.

BacaJuga

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

Tak ayal, jika terdapat sebagian orang berpandangan miring terhadap agama: bahwa agama adalah biang keladi lahirnya gerakan ekstremisme, radikalisme, dan terorisme. Tentu saja, hal ihwal menimbulkan sikap pesimistis, kesedihan, dan kekhawatiran tentang peran agama bagi kesejahteraan dan perdamaian seluruh umat manusia. Berangkat dari fenomena inilah, Charles Kimball menelurkan karyanya tentang agama bertajuk When Religion Becomes Evil yang kemudian diterjemahkan oleh Nurhadi dan Izzuddin Washil berjudul Kala Agama Jadi Bencana yang diterbitkan pada 2013 lalu.

Di dalam buku ini, Kimball mencoba menyuguhkan fakta yang cukup menarik ihwal mengapa setiap ada kekerasan acap mengatasnamakan agama. Bahkan, agama bisa menjadi pemicu konflik horizontal di tengah-tengah umat manusia. Menurut Kimball, problem atau tidaknya suatu agama tidak bergantung pada agama itu sendiri, tetapi agama dalam kaitannya dengan hidup manusia yang nyata. Artinya, manusialah yang menjadi patokan dan menentukan apakah agama itu problem atau bukan.

Karena itu, betapapun luhur dan agungnya ajaran suatu agama dan betapapun mulianya institusinya, semua itu hanyalah pembusukan, apabila agama tersebut nyata-nyata menyebabkan penderitaan bagi manusia dan sesamanya. Namun, lagi-lagi hal ini, bukan disebabkan oleh agama itu sendiri yang menjadi penyebabnya, melainkan manusia pemeluknya. Dari sini tampak bahwa agama memang berpotensi menjelma menjadi kejahatan, tepatnya kejahatan terhadap manusia.

5 Faktor Kekerasan Atas Nama Agama

Lebih jauh lagi, Charles Kimball menyatakan bahwa agama bisa menjelma wajah yang ganas dan jahat terhadap umat manusia disebabkan oleh lima faktor. Pertama, apabila suatu agama mengklaim kebenaran agamanya sebagai kebenaran yang mutlak dan satu-satunya. Bila hal ini terjadi, agama tersebut akan membuat apa saja untuk membenarkan dan mendukung klaim kebenarannya walaupun bertentangan dengan ajaran Tuhan dan nilai-nilai kemanusiaan. Biasanya, klaim kebenaran ini disebabkan karena pemeluk agama bersangkutan yakin bahwa kitab suci mereka memang mengajarkan demikian.

Dalam hal ini, agama tidak lagi peduli bahwa Tuhan sebenarnya “hanyalah” sebutan bahasa manusia tentang Ke-Segala-Maha-an yang tidak bisa ditangkap oleh kemiskinan bahasa manusia. Artinya, klaim kebenaran itu jadi memiskinkan dan mengurangi Tuhan dari Ke-Segala-Maha-an-Nya. Ini sebenarnya adalah korupsi manusia terhadap kekayaan dan hak prerogatif Tuhan. Ironinya, inilah yang menjadi tendensi atau patokan utama untuk meniadakan (melakukan aksi kekerasan) terhadap pemeluk agama lain, dikarenakan mereka dianggap memiliki pengertian tidak benar (salah) tentang Tuhan.

Kedua, adanya ketaatan buta kepada pemimpin suatu keagamaan. Biasanya, corak dari doktrin agama ini; membatasi kebebasan intelek, meniadakan integritas individual para pengikutnya dengan cara menuntut ketaatan buta terhadap para pemimpin karismatik mereka, dan gerakan agamanya acap bertentangan dengan akal sehat manusia. Dengan kalimat lain, mereka hidup dengan amat eksklusif dan memusuhi kelompok di luar mereka; dan menganggap kelompok luar itu sebagai orang-orang yang tidak mau diselamatkan, karena itu mereka boleh dibunuh dan dimusnahkan. Dan akhir dari gerakan semacam ini bisa sangat fatal: bunuh diri secara massal.

Sementara ciri-cirinya adalah: alih-alih membebaskan rakyat dari kejahatan sosial dengan cara menarik dan mengisolasi diri dari khalayak ramai dan membentuk komunitas egaliter, justru keterpurukan dan kesengsaraan yang mereka peroleh dengan memaksa untuk mengamini serta meyakini bahwa pemimpin agama mereka paling benar. Bahkan menganggap sang pemimpin agama memiliki otoritas nyaris menyamai kekuasaan Tuhan.

Ketiga, ketiga agama mulai merindukan dan mencita-citakan zaman ideal, lalu bertekad merealisasikan zaman tersebut ke dalam zaman sekarang. Memang menurut Kimball, agama pada hakikatnya juga merupakan semacam harapan bahwa di masa depan para pemeluknya akan memperoleh dan mengalami sesuatu yang ideal. Namun demikian, zaman ideal itu sangat bertentangan dengan zaman sekarang ketika pemeluk agama hidup pada suatu zaman yang penuh dosa, kesombongan, khayalan, kelalaian, dan kesia-siaan. Sebaliknya, di zaman ideal manusia akan dibebaskan dari semua cacat dan dosa itu dengan mengalami kebahagiaan. Biasanya, doktrin yang disuguhkan adalah mendorong para pemeluknya untuk mendirikan suatu negara-agama, dan negara-teokratis.

Karena itulah menurut Kimball, apabila zaman ideal ini direalisasikan maka berakibat fatal. Lihatlah misalnya, rezim Taliban di Afghanistan yang kejam terhadap warganya sendiri demi ketaatan terhadap syariat Islam sebagai hukum negara; atau ide negara (agama) Yahudi seperti dicetuskan Rabi Mei Kahane yang konsekuensinya harus mengusir warga Arab di daerah Judea dan Samaria; atau kelompok koalisi Kristen Amerika yang didirikan Pendeta Pat Robertson yang ingin mengubah struktur hukum dan negara dalam cahaya Injil.

Keempat, kala agama membenarkan dan membiarkan terjadinya “tujuan yang membenarkan segala cara”. Artinya ajaran-ajaran dalam agama disalahgunakan dengan menjadikannya sarana untuk mencapai tujuan dan meraih tujuan sebagai legitimasi atas segala tindakannya kendati bertentangan dengan ajaran agama dan nilai-nilai kemanusiaan. Dan, dari doktrin agama ini melahirkan sikap eksklusif, permusuhan antar pemeluk agama. Kelima, agama yang kerap menyerukan kepada peperangan. Ambillah contoh bagaimana kekejaman Perang Salib atau aksi terorisme yang terjadi di era modern, seperti yang terjadi pada tragedi 11 September silam, yang memakan demikian banyak korban tak bersalah.

Walau begitu, Charles Kimball tetap yakin, bahwa agama yang autentik pasti akan mengafirmasi kehidupan, melayani manusia dan dunianya.  Karena itulah, penting kiranya untuk membaca buah pemikiran Kimball yang dituangkan dalam buku ini agar kita tidak terjebak pada panorama agama seperti yang telah disebutkan di atas. Juga buku ini didasarkan atas pengalaman pribadi Kimball. Sehingga isi dari buku ini benar-benar nyata sebagaimana yang terjadi di tengah-tengah kehidupan umat manusia kiwari. Wallahu A’lam

Baca Juga: Kisah Kelam Kekerasan dan Teror dalam Sejarah Agama Samawi

Tags: AgamaAgama sebagai Pegangan HidupKekerasan Agama
Previous Post

Pesantren Teroris: Sebuah Pembajakan Pesantren

Next Post

Islam Sebagai Teologi Kemanusiaan

Saidun Fiddaraini

Saidun Fiddaraini

Alumni PP. Nurul Jadid, Paiton dan sekarang mengajar di PP. Zainul Huda, Arjasa, Sumenep.

RelatedPosts

bulletin jum'at
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
muharram
Kolom

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
Bulletin Jum'at Al-Wasathy
Bulletin

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

29/07/2022
al-Qur'an Sunnah
Gagasan

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (2)

28/07/2022
hijrah
Kolom

Hijrah Kolektif dari Narasi Kebencian dan Pemecah Belah

28/07/2022
al-qur'an sunnah
Gagasan

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (1)

27/07/2022
Next Post
Islam Sebagai Teologi Kemanusiaan

Islam Sebagai Teologi Kemanusiaan

Salah Kaprah tentang Khilafah

Salah Kaprah tentang Khilafah

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

Musdah Mulia

Kikis Intoleransi, Jangan Ada Lagi Pemaksaan Jilbab di Sekolah

07/08/2022
bulletin jum'at

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 036

05/08/2022
muharram

Tradisi Menyantuni Anak Yatim di Bulan Muharram

01/08/2022
Bulletin Jum'at Al-Wasathy

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 035

29/07/2022
al-Qur'an Sunnah

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (2)

28/07/2022

Trending Artikel

  • Pribadi Nabi Muhammad Saw Yang Introvert

    Pribadi Nabi Muhammad SAW yang Introvert

    80 shares
    Share 32 Tweet 20
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    62 shares
    Share 25 Tweet 16
  • Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

    52 shares
    Share 21 Tweet 13
  • Disebut Jokowi di Pengukuhan PBNU, Ini Profil Ainun Najib

    49 shares
    Share 20 Tweet 12
  • Definisi Dai, Ustadz, Mufti, Murobbi dan Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.