Hal lain yang perlu digarisbawahi adalah toleransi (at-tasamuh). Penjelasan toleransi di sini adalah turunan atau indikator dari moderasi beragama. Prinsip ini perlu diperjelas juga, karena dipahami secara keliru oleh sebagian masyarakat kita, sehingga cenderung menolaknya. Toleransi, hemat saya, mengandung setidak-tidaknya tiga makna, Pertama, acceptance, kesediaan menerima orang lain atau kelompok lain yang berbeda secara agama dan budaya. Kedua, empathy, kemampuan merasakan derita dan kesulitan orang lain. Ketiga, sympathy, kesediaan membantu orang lain secara moral maupun material.
Dari perspektif Islam, toleransi adalah ajaran dasar Islam yang bersifat sosial. Toleransi ditunjukkan oleh tiga sikap dan laku perbuatan dalam interaksi seorang muslim dengan orang atau kelompok lain, baik intra maupun antar umat sebagai berikut ini: Pertama, at-ta’ayus berarti kesediaan untuk hidup bersama dalam realitas sosial secara rukun dan damai. Kedua, at-ta’awun berarti saling membantu dalam kebaikan, dalam bahasa kearifan lokal kita disebut “gotong royong”. Ketiga, at-ta’aluf berarti saling cinta dan kasih, sehingga terhindar dari konflik-konflik yang tidak perlu secara vertikal maupun horizontal (QS. Ali Imran ayat 103).
Lalu, yang kedua, soal implementasi moderasi beragama di Perguruan Tinggi. Ini, tentu, memerlukan diskusi dan perdebatannya sendiri, bagaimana nilai-nilai moderasi beragama dimasukkan dalam pendidikan, penelitian, dan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Ini, tentu ada korelasinya dengan dosen, mahasiswa, kurikulum, bahan ajar (modul), strategi, dan metode pembelajarannya. Selain pembelajaran formal, pada hemat saya, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan dalam moderasi beragama di kampus, ialah soal mahasiswa dan kegiatan-kegiatannya di organ-organ kemahasiswaan, khususnya di organisasi ekstra universiter dan kelompok-kelompok studi transnasional.
Lalu, terakhir soal tugas pokok dan fungsi Rumah Moderasi Beragama di lingkup PTKIN. dan model masing-masing tentang fungsi utama yang mesti diperankan. Diharapkan, regulasi dalam bentuk juklak “petunjuk dan pelaksana” maupun juknis “petunjuk dan teknis” segera terbit dari Kemenag RI, lebih baik lagi kalau berbentuk peraturan (tingkat) menteri (Permen).
Di luar soal terkait regulasi, pada hemat saya, ada empat fungsi yang bisa direkomendasikan sebagai peran dan fungsi pokok RMB, Pertama, menjadi pusat kajian dan riset ilmiah tentang moderasi beragama. Kedua, pusat pelatihan, training, atau semacam diklat bagi peningkatan kompetensi dosen atau tenaga pendidik (ASN baru) di lingkungan PTKIN. Ketiga, memberikan layanan bimbingan dan konseling bagi civitas akademika. Keempat, menjadi pusat pengembangan sumber daya manusia. RMB, dengan fungsi terakhir ini, bisa memberi advokasi, pendampingan, dan penyuluhan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Agar RMB ini berjalan dengan baik seperti diharapkan dalam pengarusutamaan moderasi beragama di PTKIN, pada hemat saya, diperlukan dukungan dan support dari berbagai pihak dan seluruh stakeholders. Tanpa dukungan yang jelas, sulit diharapkan RMB ini bisa berperan secara optimal sebagaimana yang direncanakan. Seperti Satgas Penanganan Covid-19, RMB-RMB ini agar bisa melaksanakan tupoksinya dengan baik, memerlukan 3M juga, Modal, Model, Modul. Lain tidak! Wallahu a’lam bisshawwab.