Oleh: Abdul Aziz, MPd (Pengajar di Al-Azhar Kembangan, Jakarta Barat)
Secara historis, nasionalisme mulanya muncul dan berkembang di Barat sejak abad ke 15. Ketika itu wacana nasionalisme di kawasan lain belum muncul. Model kekuasaan politik di luar Eropa, terutama di Asia dan Afrika, memiliki kesamaan dengan model imperium yang bersifat dinasti dengan didasarkan pada identitas-identitas Kultural dan relegius.
Sedangkan dalam konteks Indonesia, nasionalisme diawali dengan terbentuknya organisasi-organisasi gerakan nasional. Tanggal 20 Mei 1908 merupakan pergerakan awal yang ditandai dengan lahirnya pergerakan Budi Utomo. Kemudian hari kelahiran Budi Utomo dijadikan sebagai suatu peringatan yang dikenal dengan Hari Kebangkitan Nasional.
Selanjutnya, nasionalisme bisa kita lihat dalam nilai Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Isi sumpah pemuda yang meliputi satu bangsa bersatu tanah air, satu bangsa, serta satu bahasa yakni bahasa Indonesia. Ungkapan tersebut telah membakar semangat juang nasionalisme bangsa yang berdiri atas tonggak Bhineka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda namun kita tetap satu.
Menurut Kbbi, nasionalisme adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu, semangat kebangsaan. Huszer dan Stevonus (Ali Maskur. 2014), nasionalisme adalah yang menentukan bangsa mempunyai rasa cinta secara alami kepada tanah airnya.
Tantangan
Akhir-akhir ini ada beberapa kelompok yang ingin menggoyang keutuhan dan kedaulatan negara dengan cara merongrong rasa nasionalisme yang sudah tertanam dalam diri bangsa ini. Ada kelompok yang beraksi lewat slogan “jihad” hingga akhirnya meledakkan bom di tempat-tempat yang mereka anggap sebagai medan perang. Ada juga yang beraksi lewat ideologi yang bertentangan dengan pancasila. Ada lagi yang gemar menarasikan ikatan primodialism dan sentimen SARA, dan bahkan ada yang terang-terangan menentang sistem pemerintahan Indonesia yang dianggap tidak sesuai atau bahkan bertentangn dengan sariat Islam, oleh karena itu harus diganti dengan sistem khilafah, dan itu artinya tidak ada lagi NKRI. Parah bukan?
Entah apa yang yang melatar belakangi mereka dalam melakukan itu semua, yang jelas tindakan mengganggu kedaulatan negara dengan cara merongrong nasionalisme tidaklah benar dan harus diluruskan, bahwasanya Indonesia adalah Negara kita yang harus dipertahankan keutuhan dan kedaulatannya sampai titik darah penghabisan.
Konflik
Nasionalisme dan Islam di Indonesia acapkali dipertentangkan. Ada yang menolak konsep nasionalisme dan memilih konsep khilafah begitu juga sebaliknya. Jika dicermati lebih lanjut, konsep nasionalisme adalah konsep yang cocok dengan negara Indonesia, mengingat majemuknya bangsa Indonesia, mulai dari suku, budaya, adat-istiadat, bahkan agama pun berbeda-beda, namun dengan adanya nasionalisme semua bisa bersatu dan damai dalam NKRI.
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, namun demikian dalam aplikasinya Indonesia menggunakan konsep (nation-state). Hal ini karena pejuang dan Pendiri bangsa Indonesia ini, selain ulama juga berasal dari kalangan nasionalis. Sesuai dengan kesepakatan para pendiri bangsa. Sistem pemerintahan yang tepat diterapkan di Indonesia adalah sistem republik dengan pancasila sebagai idiologi dasar negara.
Bahkan, untuk mengakomodir kemajemukan bangsa Indonesia dari segi agama, maka Sila pertama dari pancasila yang sudah diproklamasikan yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah menjadi “Ketuhanan YME” oleh Muhammad Hatta.