Momentum Jihad dari Pandemi COVID-19
Sudah hampir dua tahun Indonesia mengalami kondisi terpuruk. Hal itu disebabkan lantaran masuknya virus COVID-19 dan menyebar sedemikian pesat. Sehingga pemerintah harus berfikir bagaimana cara untuk menekan angka penularan virus tersebut.
Upaya demi upaya sudah dilakukan oleh pemerintah. Pada periode awal masuknya virus tersebut, pemerintah menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), kemudian New Normal sampai yang sedang berlaku hari ini yaitu PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Namun semuanya itu dianggap belum mampu menjadi solusi yang efektif dalam penanganan penyebaran kasus COVID-19.
Tidak hanya itu, selain belum berhasilnya upaya-upaya pencegahan penyebaran virus corona, ada dampak lain yang mesti diperhatikan. Diantaranya adalah dampak terhadap masyarakat menengah kebawah. Masyarakat mengalami kesulitan mencari nafkah untuk keluarganya, ada pula yang kehilangan pekerjaannya. Penyebabnya adalah lantaran kebijakan yang melarang atau membatasi aktifitas perekonomian. Belum lagi masyarakat yang harus kehilangan pekerjaannya, tentu karena dampak dari kebijakan itu pula.
Memang betul bahwa pemerintah melakukan upaya dalan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat. Seperti bantuan-bantuan sembako, uang tunai dan lain sebagainya. Namun terkadang pendistribusiannya yang tidak atau belum merata, dan tidak pula terjamin mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Sebagai sesama masyarakat, hal ini tentu menjadi satu potret yang cukup menyentuh hati. Bagaimana tidak, kita diperlihatkan orang-orang di sekitar kita yang mengeluh lantaran tidak ada biaya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Belum lagi jika terdapat anggota keluarganya yang terpapar COVID-19. Tentu keadaan ini layaknya jatuh dan tertimpa tangga. Terlalu banyak penderitaan dan kesulitan yang dirasakan oleh masyarakat.
Lalu, apakah keadaan yang sedemikian itu membuat kita harus berdiam diri dan pasrah? Tentu tidak. Meski kita boleh berharap kepada pemerintah untuk menyelesaikan segala persoalan ini, namun sebagai bagian dari bangsa Indonesia, tentu diam bukanlah pilihan yang tepat.
Indonesia adalah bangsa yang kuat karena budaya gotong royongnya. Tentu semangat ini harus kita jaga bersama, apalagi dalam menghadapi gelombang ujian yg besar ini. Sayangnya, tidak sedikit juga (sebagian) masyarakat yang acuh dan tidak perduli terhadap sesama. Padahal, dalam keadaan seperti ini, kesadaran untuk saling peduli antar sesama harus dibangkitkan. Sudah waktunya masyarakat yang apatis, berhijrah menjadi insan yang memiliki kepedulian yang tinggi.
Dalam Islam, jelas sekali kita diperintahkan untuk saling tolong menolong dan bahu membahu. Dimana yang kuat harus menolong yang lemah, yang kaya membantu yang miskin, yang sehat memperhatikan yang sakit. Hal ini lantaran Allah secara langsung mengamanatkannya dalam dalil Alquran kepada seluruh umat manusia. Surat Al-Maidah ayat 2, Allah SWT berfirman:
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
”Dan tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa lah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat.”