Kedua, berpaham takfiri. Keduanya berpegang kokoh pada keyakinan bahwa paham keislaman di luar dirinya adalah salah, sesat dan kafir. Karena itulah, mereka bukan saja anti perbedaan agama (antar agama), tetapi juga anti perbedaan intra agama, termasuk perbedaan madzhab dalam Islam. Paham takfiri ini cenderung mengabaikan fakta kesejarahan di mana di internal umat Islam sendiri ada banyak madzhab, seperti yang terjadi pada bidang hukum Islam (fikih).
Ketiga, anti tasawuf. Keduanya juga umumnya anti tasawuf yang dituding sebagai bukan bagian dari ajaran Islam. Sebagai disiplin ilmu, tasawuf jelas baru muncul belakangan. Namun, ajaran-ajaran tasawuf tidak bisa dipisahkan dari konsep ihsan dan akhlak, dua hal yang menjadi esensi dalam Islam, selain iman.
Mencegah Dari Hulu ke Hilir
Jika selama ini penanggulangan terorisme mengesankan penindakan melalui penangkapan sebagai ujung tombak, pola ini harus segera digeser dengan mendekati hulu masalah bukan hilir masalah yang bernama aksi terorisme. Penanggulangan terorisme harus bermuara pada pencegahan paham dan ideologi yang mendorong individu dan kelompok melakukan tindakan teror. Tidak cukup menangkap dan menindak pelaku teror jika saluran, media, dan ruang ideologi kekerasan itu masih tumbuh subur di tengah masyarakat.
Mengidamkan penanggulangan terorisme yang komprehensif dan tidak parsial harus memotret sumber dan akar yang menyebabkan aksi teroris. Tindakan preventif dengan memangkas paham dan ideologi yang berpotensi mengarah kepada terorisme perlu juga dilakukan secara tepat dan kehati-hatian.
Dalam konteks inilah, usulan Kiai Said untuk menutup akun dan media Wahhabi, penyebar hoaks dan fitnah yang dapat memecah belah masyarakat dan mengganggu stabilitas nasional perlu disambut dengan baik. Kiai Said mengajak dan membuka mata pemerintah dan masyarakat untuk mewaspadai bahaya laten radikalisme dan perpecahan bangsa akibat dari polusi paham wahabi, hoaks dan fitnah yang bertebaran di ruang maya yang harus dipangkas sejak dini.

Tentu saja di samping langkah preventif di atas, upaya vaksinasi masyarakat dari ideologi radikal harus terus dilakukan dengan penanaman wawasan kebangsaan yang kuat dan mainstreaming moderasi beragama yang kokoh. Untuk yang terakhir ini, tentu membutuhkan uluran tangan dan kontribusi organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah serta ormas keagamaan moderat lainnya yang telah nyata memberikan kontribusi bagi keutuhan bangsa ini.
Terakhir dan tidak kalah pentingnya, Indonesia adalah bangsa besar dengan ragam suku, etnik, budaya, bahasa dan agama yang berdiri kokoh secara harmonis dalam kebhinekaan. Kita harus bijak belajar dari berbagai konflik di negara-negara lain terutama Timur Tengah yang menyisakan tragedi perang antar saudara dan konflik berdarah yang tak kunjung reda hanya karena konflik sekterian yang memanipulasi agama demi kepentingan politik. Pilihan ada di tangan kita, mau tetap berdiri kokoh sebagai satu bangsa dan negara atau tercerai-berai dengan membiarkan kanal dan saluran paham kekerasan dan pemecah belah itu tetap berkeliaran secara liar di dunia maya seperti saat ini?
Baca Juga: Mengenal Teologi Terorisme