Sebagai lembaga pendidikan tertua di Nusantara, Pesantren tidak saja intisyarul ilmi (menyebarkan ilmu) namun juga sebagai tempat penumbuhan akhlak mulia dan penguatan karakter bangsa bagi santri-santrinya.
Kiat-kiat pesantren menjadi tempat penumbuhan akhlak mulia dan penguatan karakter bangsa antara lain adalah; Pertama, pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang memiliki sosok kiai, dimana ia merupakan figur otoritas. Sebagai figur otoritas, segala apa yang menjadi gerak-gerik dan ucapan akan menjadi panutan santri-santrinya. Dalam pesantren sering kali ada candaan, saking nge-fans-nya, santri sering kali meniru nada batuk sang kiai.
Padahal, seorang kiai pesantren selalu berusaha taqarub ilallah (mendekatkan diri kepada Allah SWT). Sebagai upaya, ketika sedang melakukan ibadah kepada-Nya, ia selalu bisa khusyu’. Sementara, saat bermuamalah dengan sesama makhluk, ia selalu berusaha menyenangkan hati sesama makhluk.
Jangankan menyakiti hati atau raga santri, seorang kiai mesti berpikir terlebih dahulu saat akan mencabut sehelai daun rumput. Ia berpikir manfaat dan mudharat. Jangan-jangan ia harus mempertanggungjawabkan tindakannya di persidangan agung karena menyakiti rumput tanpa adanya sebab (untuk merapikan halaman atau sejenis).
Kedua, santri mendapatkan pendidikan akhlak yang super baik. Sebagai misal, pesantren selalu mengajarkan kitab Ta’limul ‘Alim wal Muta’alim. Salah satu pelajaran akhlak yang dibahas dalam kitab ini adalah mengajarkan santri agar selalu bisa menyenangkan hati orang lain dan tidak menyulut kemarahan hati orang lain.
Dalam kita ini, santri dituntut agar membiasakan diri mencari ridha guru dan jangan sampai membuat marah hati guru. Sebagai langkah upaya, kitab ini memberikan contoh detail perilaku yang mesti dilakukan santri. Saat santri ingin bertemu dengan guru, ia diharapkan bersabar sampai sang guru keluar dari rumah. Seorang santri tidak diperkenankan mengetuk pintu agar tidak mengganggu kegiatan kiai. Santri di sini diajarkan agar bersabar.