Darah dan daging yang teralir pada saat penyembelihan kurban bukan untuk Allah Yang Maha Suci. Oleh sebab itu, sebagaimana firman Allah:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ – ٣٧
“Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demi-kianlah Dia menundukkannya untuk-mu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Al-Hajj, 37)
Karena Allah tidak butuh persembahan darah segar, wanita cantik, bayi mungil atau jantung manusia. Justru Dia-lah sang pemberi nikmat. Dan hanya ketakwaan manusia yang mendapat penghargaan dari Allah.
Adapun Implikasi terpenting dari ibadah kurban adalah menyembelih sifat-sifat hewani manusia. Tidak melakukan perbuatan keji yang bisa merugikan sesama manusia atau mengeksploitasi makhluk lain. Jika demikian, melalui kurban yang pro-sosial itu, rasa kasih sayang kita kepada sesama sedang ditagih secara konkret, dimana keuntungannya tidak hanya kepada penerima tetapi berpengaruh positif terhadap kejiwaan si pemberi. Karenanya harus dikembangkan, kita lestraikan dan harus disuarakan dengan lantang dimanapun kita berada