Gus Najih menilai edukasi dan moderasi menjadi hal pokok yang penting dibutuhkan untuk menciptakan manusia Indonesia yang tangguh dan merdeka dari intoleransi serta radikalisme, sebagaimana tujuan bangsa salah satunya yaitu mencerdaskan kehidupan.
“Saya kira harus ada semacam reformasi kultural yang bertujuan untuk menanamkan dan mengedukasikan nilai-nilai luhur bangsa, untuk agar supaya kita bisa terlindungi dari virus intoleransi dan radikalisme itu sendiri,” jelasnya.
Pendiri Center for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation ini memandang perlu ada ketegasan pemerintah pasca 77 tahun kemerdekaan dengan berkomitmen terhadap penanganan intoleransi dan radikalisme. Juga menghentikan pragmatisme politik terdahulu yang terkesan memfasilitasi maupun melakukan kompromi terhadap aksi intoleransi dan radikalisme.
Pasalnya, virus intoleransi dan radikalisme yang menyebar ke masyarakat ini, belum ada jangkauan undang-undang. Hal ini semakin membuat miris ketika keberadaan kelompok Salafi Wahabi yang melarang menyanyikan lagu Indonesia Raya, hormat kepada bendera Merah Putih, bahkan menganggap bahwa perayaan hari kemerdekaan adalah suatu bid’ah yang mungkar.
“Narasi narasi seperti ini harus kita lawan, karena kalau narasi-narasi seperti ini dibiarkan maka akan mendegradasi nasionalisme masyarakat kita. Ketika masyarakat kita sudah tidak punya patriotisme maka itu berarti adalah alarm kehancuran,” pungkas Gus Najih.