Kronologi Islam Cina-Champa Masuk Ke Nusantara
Saat menjelang akhir kekuasaan Dinasti Yuan, terjadi konflik kubrā yang berlatarbelakang kepentingan ekonomi antara kaum Sunni dan Syi‘ah di Quanzhou. Konflik itu dinamakan Kerusuhan Ispah (Yisibasi Bingluan). Tidak sedikit korban berjatuhan. Masjid-masjid dan kuburan-kuburan dihancurkan dalam kekacauan yang berlangsung selama sepuluh tahun itu (1357–1366). Bagi yang ingin survive (bertahan) untuk hidup, mereka kabur ke Nusantara.
Kemudian era Dinasti Ming (1368–1644), laut yang sudah sekian lama menjadi komoditi hidup, dipersempit fungsinya untuk kepentingan ekonomi pemerintah saja. Perdagangan swasta sengaja discontinue (terhenti) melalui apa yang dikenal dengan kebijakan haijin.
Ringkasnya, haijin merupakan kebijakan pelarangan melaut untuk berdagang secara mandiri ke luar negeri bagi seluruh warga Cina saat itu. Perniagaan mancanegara hanya boleh dilakukan melalui pemerintah. Dinasti Ming tidak canggung angkat senjata untuk menaklukkan mereka yang melanggar.
Di dalam catatan Ying Yai Sheng Lan dan Xi Yang Fan Guo Zhi, Shi Jinqing, saudagar asal Guangdong disebut sebagai pelanggar haijin yang lari ke Nusantara. Ia juga yang berjasa melaporkan kebengisan Chen Zuyi –yang juga merupakan pedagang pelanggar haijin dari Guangdong– merompak kapal-kapal yang melintas di perairan Palembang, kepada Cheng Ho.
Atas jasanya itu, Dinasti Ming mengangkat Shi Jinqing sebagai “Da Toumu” (pemimpin besar). Atau disebut juga “Xuanwei Shi” (Duta Pengamanan) komunitas Tionghoa di Palembang. Bisa jadi inilah yang diterka oleh Parlindungan sebagai “Muslim/Hanafi Chinese community”.
Temuan terbaru, putri Shi Jinqing yang bernama Shi Dajie alias Nyai Gede Pinatih. Nyai Gede Pinatih menjadi kepala pelabuhan atau syahbandar di Gresik. Dialah pengasuh Raden Paku dan juga sebagai penyokong finansial Giri Kedaton.
Lalu di wilayah Yunnan (Cina Selatan), dihuni berbagai bangsa seperti Vietnam, Siam, Khmer, Mon, dan Champa. Sebagian sejarawan memang mengatakan bahwa pengaruh Islam di Champa tidak begitu signifikan sebelum kejatuhannya pada tahun 1471 Masehi akibat serangan Le Nanh-ton dari Vietnam. Lamun, persinggungan antara orang-orang Islam dengan orang Champa terbukti sudah terjadi pada abad ke-10 Masehi.
Agus Sunyoto (2016) juga menyebutkan hubungan masuknya Islam ke Nusantara sudah terjalin lama antara kerajaan-kerajaan di Champa dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara. Ini dikarenakan perkawinan Raja Jayasingawarman III dengan Ratu Tapasi, saudari Sri Kertanegara dari Singasari.
Saat penduduk Champa ingin membebaskan ibukota Vijaya, mereka kalah oleh Le Nanh-ton. Ia dan pasukannya menyembelih tidak kurang 60.000 orang Champa dan 30.000 orang lainnya ditawan dan dijadikan budak. Bahkan, raja Champa beserta 50 orang anggota keluarganya ikut tertawan. Oleh karena itu, menurut Agus Sunyoto rentang waktu sebelum penyerbuan itu, para penduduk Champa beragama Islam mengungsi ke Nusantara.